Pandangan terhadap Perpolitikan di Indonesia

Politik Indonesia saya pandang dalam dua arah, yairu arah ke dalam dan arah ke luar. Hal ini mengingat kebijakan politik Indonesia yang diperuntukkan di dalam dan di luar negeri.

Di dalam, keputusan politik yang dibuat demi berjalannya kehidupan negara kesatuan Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, belum berjalan cukup baik. Keputusan politik Indonesia bertujuan untuk menjaga integritas bangsa di dalam. Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Indonesia. Namun kenyataan yang terjadi tak sepenuhnya demikian. Indonesia memang bisa membuktikan ke mata dunia bahwa kita bisa mengadakan pemilu langsung sejak tahun 2009. Namun di balik keauksesan itu masih terdapat sejumlah masalah seperti jumlah pemilih yang menurun dann jumlah golongan putih yang meningkat pesat. Hal ini menunjukkan adanya ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah terutama dalam hal ini kader yang ikut pemilu. Belum lagi adanya praktek-praktek ilegal dalam pemilu demi melancarkan atau memenangkan suatu golongan tertentu dalam pemilu seperti praktek black campaign, money politic, dan suap menyuap antar kader partai dengan oknum KPU. Adanya laporan pelanggaran setiap diadakan pemilu menandakan bahwa pemilu di negeri ini masih belum berjalan dengan baik. Meski pelanggaran dalam pemilu adalah hal biasa, jumlah pelanggaran yang ada dapat ditanggulangi. Namun tentu saja itu adalah hal yang sulit selama uang masih memainkan perannya di sini dan bukannya prinsip LUBER JURDIL uang selama ini didengung-dengungkan lewat media masa. Keputusan politik yang tegas juga dibutuhkan demi menjaga keutuhan Indonesia yang terancam berbagai organisasi separatis yang berniat memisahkan diri dari Indonesia.

Di luar, perpolitikan Indonesia memiliki maksud untuk menentukan batas, integritas, dan kedaulatan Indonesia di mata internasional. Namun pada kenyataannya, keputusan politik kita sering kali melempem, hal ini dibuktikan dengan mudahnya para TKW di Indonesia dieksekusi mati di luar sana, atau kasus penyiksaan para TKW yang tak kunjung selesai. Dengan kondisi seperti itu, kita masih mempertimbangkan grasi bagi para terpidana mati di Indonesia. Memang hukuman mati adalah bentuk benturan HAM yang nyata terjadi saat ini, di mana hak dan kewajiban dua negara berbenturan. Namun bukankah sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa hukum atas narkoba harus tegas di setiap negara di dunia?

Sesungguhnya Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan yang ideal bagi Indonesia. Setiap sila Pancasila terilhami dari kebudayaan dan kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Perumusan UUD 1945 memerlukan perundingan yang tak panjang. Dua landasan itu sudah membuktikan ketegasan dan keluwesannya menghadapi gerak dinamis kondisi perpolitikan dalam dan luar negeri Indonesia. Namun untuk mewujudkanya walau hanya sedikit adalah tindakan yang sulit karena pengilhaman kedua landasan itu kini nyaris punah dalam kehidupan peepolitikan di Indonesia.

Nama: Diah Sulistiyanti

NPM: 42214964

Kelas: 1DA02

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen: Ahmad Nasher

Arah Pandang, Tantangan, dan Implementasi Wawasan Nusantara

ARAH PANDANG WAWASAN NUSANTARA

Dengan latar belakang budaya, sejarah serta kondisi dan konstelasi geografi serta memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, maka arah pandang wawasan nusantara meliputi :

  1. Ke dalam

Bangsa Indonesia harus peka dan berusaha mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan. Tujuannya adalah menjamin terwujudnya persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional baik aspek alamiah maupun
aspek sosial.

  1. Ke luar

Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan internasional harus berusaha untuk mengamankan kepentingan nasional dalam Asas Wawasan Nusantara Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia (suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama.

 

TANTANGAN DALAM WAWASAN NUSANTARA

 

  1. Pemberdayaan Masyarakat

John naisbit dalam bukunya “Global Paradox” menyatakan negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.

Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan peranan dalam bentuk aktivitas dan partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanankan oleh negara-negara maju dengan buttom-up planning, sedang untuk negara berkembang dengan top-down planning karena adanya keterbatasan kualitas sumber daya manusia, sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN.

Kondisi nasional (pembangunan) yang tidak merata mengakibatkan keterbelakangan dan ini merupakan ancaman bagi integritas. Pemberdayaan masyarakat diperlukan terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Kondisi tersebut menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan social di masyarakat, apabila kondisi ini berlarut-larut masyarakat di daerah tertinggal akan berubah pola pikir, pola sikap dan pola tindak, mengingat masyarakat sudah tidak berdaya dalam aspek kehidupannya. Hal ini merupakan ancaman bagi tetap tegak dan utuhnya NKRI. Dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat maka diperlukan prioritas utama pembangunan daerah tertinggal, agar masyarakat dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan diseluruh aspek kehidupan, yang di dalam pelaksanaannya diatur dengan UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.

 

  1. Dunia Tanpa Batas

Perkembangan global saat ini sangat maju dan pesat, didukung dengan perkembangan IPTEK yang sangat modern khususnya di bidang teknologi informasi, komunikasi dan transformasi seakan dunia sudah menyatu menjadi kampong sedunia, dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara, sehingga dunia menjadi tanpa batas.

Kondisi yang demikian membawa dampak kehidupan seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dapt mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak seluruh masyarakat Indonesia di dalam aspek kehidupannya. Keterbatasan kualitas SDM Indonesia di bidang IPTEK merupakan tantangan serius menghadapi gempuran global, mengingat penguasaan IPTEK merupakan nilai tambah untuk berdaya saing di percaturan global.

Kenichi Omahe dalam bukunya “Borderless Word” dan “The End of Nation State” menyatakan: “Dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik relative masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang makin individual. Untuk dapat menghadapi kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintah pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Perkembangn iptek dan perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan dunia tanpa batas dapat merupakan tantangan wawasan nusantara, mengingat perkembangan tersebut akan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak di dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

  1. Era Baru Kapitalisme

Sloan dan Zureker dalam bukunya yang berjudul “dictionary Of economics”, menyebutkan tentang kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk mencapai laba guna diri sendiri. Di era baru kapitalisme bahwa sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas – aktivitas secara luas dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat, sehingga di dalam system ekonomi diperlukan strategi baru yaitu adanya keseimbangan.

Lester thurow dalam bukunya yang berjudul “The Future Of Capitalism”, ditegaskan antara lain bahwa untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan antara paham individu dan paham sosialis. Dikaitkan dengan era baru kapitalisme tidak terlepas dari globalisasi, maka negara-negara kapitalis yaitu negara-negara maju dalam rangka mempertahankan eksistensinya di bidang ekonomi menekankan negara-negara berkembang dengan isu global yang mencakup demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup.

Strategi baru yang ditegaskan oleh Thurow pada dasarnya telah tertuang dalam falsafah bangsa Indonesia yaitu pancasila yang mengamanatkan keharmonisan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang antara individu, masyarakat, bangsa, manusia dan dalam semesta serta penciptanya.

 

  1. Kesadaran Warga Negara
  2. Pandangan bangsa Indonesia tentang hak dan kewajiban.

Bangsa Indonesia melihat bahwa hak tidak terlepas dari kewajiban, maka manusia indnesia baik sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, karena merupakan satu kesatuan tiap hak mengandung kewajiban dan demikian sebaliknya, kedua-duanya merupakan dua sisi dari mata uang yan sama. Negara kepulauan Indonesia didasarkan atas paham negara kesatuan, menempatkan kewajiban di muka sehingga kepentingan umum atau masyrakat, bangsa dan negara harus didahulukan dari kepentingan pribadi atau golongan.

 

  1. Kesadaran bela negara

Pada waktu merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menunjukan kesadaran bela negara yang optimal, dimana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan, tanpa pamrih dan tidak kenal menyerah yang ditunjukan dalam jiwa heroism dan patriotism karena senasib sepenanggungan dan setia kawan melalui perjuangan fisik untuk mengusir penjajah demi merdeka. Di dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan nonfisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM guna memiliki daya saing / kompetitif, transparan dan memelihara serta menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.

Di dalam perjuangan nonfisik secara nyata bela negara mengalami penurunan yang sangat tajam bila dibandingkan dengan perjuangan fisik, hal ini dapat ditinjau dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI, sehingga mengarah keintegrasi bangsa.

 

IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM SEGALA ASPEK

Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Segala Aspek

  1. Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional.

Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.

 

  1. Implementasi dalam Kehidupan Ekonomi

Adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.

 

  1. Implementasi Wawasan Nusantara dalam Bidang Politik

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:

  1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang – undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.
  2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
  3. Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
  4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
  5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.

 

  1. Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Sosial

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu:

  1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah.
  2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah.

 

  1. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya

Adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.

 

  1. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu:

  1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
  2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
  3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

 

KESIMPULAN

Wawasan Nusantara sebagai cara pandang Indonesia bukan hanya sebagai semboyan semata, melainkan harus memiliki implementasi yang nyata yang diterapkan dalam berbagai kehidupan sehari-hari. Sebagai cara pandang, wawasan nusantara memiliki arah pandang yang intinya adalah untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan NKRI di dalam serta untuk menjaga wibawa bangsa Indonesia di kancah Internasional.

Dalam penerapan atau pengimplementasiannya ke dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek, wawasan nusantara mendapat berbagai tantangan dari segi ekonomi, social, politik, budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Namun sebagai Negara Indonesia, demi menjaga kesatuan dan keutuhan prinsip serta cara pandang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, wawasan Nusantara adalah cara pandang paling ideal bagi bangsa Indonesia dan asal berpegang teguh pada prinsip dan kerja sama antara warga Negara dari seluruh bagian wilayah Indonesia terjalin dengan biak, kesatuan Negara dapat lebih terjamin.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://sitinovianti.wordpress.com/2014/04/07/implementasi-wawasan-nusantara-dalam-segala-aspek/

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/civil-and-planning-engineering/study-program-of-civil-engineering-s1/pendidikan-kewarganegaraan/wawasan-nusantara-bagian-2

http://books.google.co.id/books?id=606SEiPPl0AC&pg=PA86&lpg=PA86&dq=hakikat+dan+wawasan+nusantara&source=bl&ots=xlApVLBaG4&sig=NNgTn_HCD4TXcBFVBz9MdToS74s&hl=en&sa=X&ei=8leAUeu4KsjMrQf3loDYBA&redir_esc=y

http://politik.kompasiana.com/2013/04/07/wawasan-nusantara-548722.html

https://docs.google.com/file/d/0B6aC4A7EcCajaGozYXNlakNaLVE/edit

https://coecoesm.wordpress.com/2013/05/01/tantangan-dalam-wawasan-nusantara/Arah Pandangan Wawasan Nusantara

http://jordyayal.wordpress.com/2012/07/27/arah-pandangan-wawasan-nusantara/

welcome-taufikhidayat.blogspot.com/2013/05/arah-pandangan-wawasan-nusantara.html

 

NAMA           : DIAH SULISTIYANTI

NPM               : 42214964

KELAS          : 1DA02                     

Sistem Pemerintahan Indonesia dan Masalah Demokrasi di Indonesia

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Negara Indonesia salah satu negara yang berada di Asia Tenggara, dan menjadi salah satu perintis, pelopor, dan pendiri berdirinya ASEAN. Letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera  Hindia, serta diapit oleh dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia.

Menurut Pasal 1 ayat 1, Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD. Sistem pemerintahannya yaitu negara berdasarkan hukum (rechsstaat). Dengan kata lain, penyelenggara pemerintahan tidak berdasarkan pada kekuasaan lain (machsstaat). Dengan berlandaskan pada hukum ini, maka Indonesia bukan negara yang bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Semenjak lahirnya reformasi pada akhir tahun 1998, bangsa dan negara Indonesia telah terjadi perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yaitu dari pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi atau otonomi daerah.

Setelah ditetapkannya UUD No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, serta UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bebas KKN, otonomi daerah ditegakkan di Indonesia.

Sistem pemerintahan negara Indonesia dapat diartikan dalam dua bagian, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pemerintahan terdiri dari lembaga eksekutif saja, yaitu :

  1. Tingkat pusat. Meliputi presiden dan wakil presiden, menteri-menteri dan instansi yang berada dalam ruang lingkupnya.
  2. Tingkat daerah meliputi :
  3. Provinsi terdiri dari gubernur dan wakil gubernur yang dibantu oleh dinas-sinas
  4. Kota dan kabupaten dipimpin oleh walikota dan wakil walikota atau bupati dan wakil bupati, dibantu oleh dinas-dinas, camat, lurah atau kepala desa, serta rw, rt atau kadus.

Sedangkan dalam arti luas dalah meliputi semua alat kelengkapan negara, yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wapres, BPK, MA, MK, KY, dan lembaga khusus (KPK, KPU, dan Bank Sentral)

Di Indonesia alat kelengkapan negara terdiri dari :

  1. Eksekutif, pada tingkat pusat dikepalai oleh Presiden dan wapres. Sedangkat tingkat provinsi oleh gubernur dan wagub, untuk tingkat berikutnya pemerintahan kota dipimpin oleh walikota dan wawako serta kabupaten oleh bupati dan wabub. Tugas pokok dari lembaga ini adalah melaksanakan Undang-Undang.
  2. Legislatif, yang meliputi DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten serta DPD. Tugas alat kelengkapan ini adalah untuk membuat undang-undang.
  3. Konstitutif, lembaga ini adalah penjelmaan dari penggabungan kekuatan dari lembaga legislatif. Jika DPR dan DPD mengabungkan diri dan bersidang sesuai UU, maka akan terbentuk MPR. MPR memfunyai banyak tugas dan yang terpenting adalah mengubah dan menentapkan UU.
  4. Auditatif atau BPK adalah lembaga yang berwenang menaudit kondisi keuangan negara. Hasil pengawasan ini akan dilaporkan kepada DRP untuk dipelajari.
  5. Yudikatif, Lembaga yudikatif  terdiri dari MA, MK, dan KY. Setiap lembaga-lembaga itu memiliki fungsi masing-masing sesuai UU. MA berfungsi mengadili perkara pada tingkat kasasi dan menguji produk hukum dibawah UU. Sedangkan MK memiliki fungsi menguju produk hukum diatas UU dan membubarkan parpol. Sementara KY berguna untuk menentukan calon hakim agung.

Dalam pemerintahan RI jika presiden mangkat atau berhalangan maka wapres yang menggantikannya. Tetapi jika  keduanya berhalangan atau mangkat maka terdapat 3 menteri yang harus menggantikanya secara bersamaan, yaitu mendagri, menlu, dan menhankam dalam tenggat waktu diatur oleh UU. Masa jabat seorang presiden atau wakil presiden adalah 5 tahun atau 1 periode. Baik presiden maupun wapres dapat dipilih kembali untuk masa jabat yang sama juga hanya untuk 1 periode. Jadi presiden dan wapres dapat memangku jabatan yang sama untuk 2 periode.

Indonesia sendiri tidak selalu menganut sistem pemerintahan Presidensial seperti sekarang ini. Sebelum ini Indonesia sempat menganut sistem pemerintahan Parlementer. Berikut adalah kronologisnya.

 

  1. Tahun 1945-1949

Sistem Pemerintahan : Presidensial

Semula sistem pemerintahan yang digunakan adalah presidensial tetapi sebab kedatangan sekutu (agresi militer) dan berdasarkan Maklumat Presiden no X tanggal 16 November 1945 terjadi pembagian kekusaaan dimana kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri maka sistem pemerintahan indonesia menjadi Sistem Pemerintahan Parlementer.

 

  1. Tahun 1949-1950

Sistem Pemerintahan : Quasy Parlementer

Bentuk pemerintahan Indonesia saat itu adalah serikat dengan konstitusi RIS sehingga sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Quasy Parlementer

 

  1. Tahun 1950-1959

Sistem Pemerintahan: Parlementer

 

  1. Tahun 1959-1966

Sistem Pemerintahan: Presidensial

Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang isinya

  1. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
  2. Pembubaran Badan Konstitusional
  3. Membentuk DPR sementara dan DPA sementara

 

  1. Tahun 1966-1998

Sistem Pemerintahan: Presidensial

 

HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Sebagai negara yang besar dan terdiri dari lautan dan daratan, dalam melaksanakan kebijakan pemerintahan. Negara Indonesia mengunakan beberapa konsep yang menghubungkan tata kerja antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah.

 

  1. Asas Sentralisasi

Negara kesatuan dengan asas sentralisasi adalah negara yang segala sesuatunya langsung diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat sendiri, termasuk segala sesuatu yang menyangkut pemerintah dan kekuasaan daerah (negara tidak melakukan pembagian tugas).

Keuntungan dari asas ini adalah.

  1. dapat menghemat biaya
  2. adanya keseragaman peraturan
  3. adanya kemajuan yang merata

Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah sebagai berikut :

  1. birokrasi yang bertele-tele
  2. terhambatnya demokrasi
  3. daerah tidak bertanggung jawab terhadap daerahnya sendiri

 

  1. Asas Desentralisasi

Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangkam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keuntungan menggunakan asas desentralisasi adalah sebagai berikut :

  1. daerah diberi wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan
  2. pengurusannya jauh lebih efisien dan efektif
  3. bertele-telenya birokrasi menjadi berkurang
  4. daerah dapat mengembangkan peraturan dan pembangunan selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan kebijakan pusat

 

  1. Asas Dekosentrasi

Asas dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah  dan atau perangkat pusat di daerah. Dalam asas ini urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, baik tentang sarana prasarana, pelaksanaan maupun pembiayaannya.

 

  1. Asas Tugas Perbantuan (medebewind)

Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa, untuk melaksanakan tugas tertentu yang diserta dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta  sumber daya manusia. Dalam hal pertanggung jawaban maka mereka harus mempertanggung jawabkan  kerjanya kepada yang menugaskan.

 

  1. Otonomi Daerah

Otonomi Daerah adalah kewanagan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyrakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan otonomi daerah di daerah otonom dilengkapi dengan perangkat-perangkat seperti pada bagan 3.

 

 

Permasalahan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi dipandang sebagai sebagai sesuatu yang penting karena nilai-nilai yang dikandungnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Demokrasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama, atau masyarakat dan pemerintahan yang baik (good society and good government). Kebaikan dari sistem demokrasi adalah kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat, baik secara langsung maupun perwakilan. Secara teoritis, peluang terlaksananya partisipasi politik dan partisipasi warga negara dari seluruh lapisan masyarakat terbuka lebar. Masyarakat juga dapat melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan karena posisi masyarakat adalah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Namun dalam praktek atau pelaksanaan demokrasi khususnya di Indonesia, tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada. Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Partisipasi warga negara dalam bidang politik pun belum terlaksana sepenuhnya. Untuk memaparkan lebih lanjut, permasalahan demokrasi yang ada perlu dikelompokkan lagi menjadi tiga hal, yaitu dari segi teknis atau prosedur, etika politik, serta sistem demokrasi secara keseluruhan.

Dari segi teknis atau prosedur, demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah terlaksana. Hal ini dapat dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan, pemilu Indonesia tahun 1999 mendapat apresiasi dari dunia internasional sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil, dan dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik ketika itu adalah 92,7%.

Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami penurunan partisipasi politik dari pemilu sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai 96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun berikutnya pun mengalami penurunan, dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi politik mencapai 84,1 % untuk pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu 2009, tingkat partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 % untuk Pilpres.

Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat. Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden.

Hak untuk memilih atau mengemukakan pendapat tergolong sebagai Hak Asasi Manusia yang pelaksanaannya dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Tingginya angka golput mungkin berasal dari pandangan masyarakat yang memandang bahwa hak asai manusia merupakan suatu kebebasan, yang dalam hal ini adalah kebebasan untuk menggunakan hak pilihnya ataupun tidak. Memang tidak ada aturan atau hukum yang menjerat bagi orang-orang yang tidak turut serta berpartisipasi politik dalam pemilu, namun apabila terus dibiarkan angka golput terus meningkat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia yang akan semakin tidak berkualitas akibat rendahnya partisipasi dari para warganya.

Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Walaupun dalam konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.

Masih mengambil contoh yang sama yaitu mengenai pemilihan umum, dimana pemilihan umum yang seharusnya terjadi sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 adalah pemilihan umum secara langsung dan umum, sera bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun bagaimanakah etika politik dari para aktor dalam pemilihan umum, khususnya calon pemerintah dan calon wakil rakyat di Indonesia ?

Pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor yang haus akan popularitas dan kekuasaan. Sebagian besar petinggi pemerintahan di Indonesia adalah orang-orang yang sangat pandai mengumbar janji untuk memikat hati rakyat. Menjelang pemilihan umum, mereka akan mengucapkan berbagai janji mengenai tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan apabila terpilih dalam pemilu, mereka berjanji untuk menyejahterakan rakyat, meringankan biaya pendidikan dan kesehatan, mengupayakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, dan sebagainya. Tidak hanya janji-janji yang mereka gunakan untuk mencari popularitas di kalangan rakyat melalui tindakan money politics.

Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak bermoral dan melanggar etika politik. Hak pilih yang merupakan hak asasi manusia tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, namun melalui money politics secara tidak langsung mereka mempengaruhi seseorang dalam penggunaan hak pilihnya. Selain itu, perbuatan para calon petinggi pemerintahan tersebut juga melanggar prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tindakan mempengaruhi hak pilih seseorang merupakan perbuatan yang tidak jujur, karena jika rakyat yang dipengaruhi tersebut mau memilihnya pun hanya atas dasar penilaian yang subyektif, tanpa memandang kemampuan yang dimiliki oleh calon tersebut. Tindakan ini juga merupakan persaingan yang tidak sehat dan tidak adil bagi calon lain yang menjadi pesaingnya.

Apabila calon petinggi pemerintahan yang sejak awal sudah melakukan persaingan tidak sehat tersebut berhasil menduduki jabatan pemerintahan, tentu sangat diragukan apakah ia dapat menjalankan pemerintahan yang bersih atau tidak. Terbukti dengan begitu banyaknya petinggi pemerintahan di Indonesia saat ini, khususnya mereka yang duduk di kursi DPR sebagai wakil rakyat, yang terlibat kasus korupsi. Ini adalah buah dari kecurangan yang mereka lakukan melalui money politics dimana mereka sudah mengeluarkan begitu banyak dana demi membeli suara rakyat, sehingga ketika mereka berkuasa mereka akan cenderung memanfaatkan kekuasaannya yang antara lain bertujuan untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan tersebut.

Tidak hanya korupsi, sikap atau perilaku keseharian para wakil rakyat tersebut juga tidak menunjukkan etika politik yang baik sebagai seseorang yang seharusnya mengayomi dan menjadi penyambung lidah rakyat demi mencapai kesejahteraan rakyat. Mereka kehilangan semangat dan tekad untuk membela rakyat yang bertujuan pada tercapainya kesejahteraan rakyat, yang mereka ungkapkan ketika masih menjadi calon wakil rakyat. Mereka kehilangan jatidiri sebagai seorang pemimpin dan justru menyalahgunakan kepercayaan rakyat terhadap mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok. Terbukti banyak anggota DPR yang menginginkan gaji tinggi, adanya berbagai fasilitas dan sarana yang mewah yang semuanya itu menghabiskan dana dari rakyat, dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan, bahkan untuk sekedar rapat saja mereka tidak menghadiri dan hanya titip absen, atau mungkin hadir namun tidak berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut. Sering diberitakan ada wakil rakyat yang tidur ketika rapat berlangsung.

Terakhir atau yang ketiga adalah permasalahan demokrasi dipandang dari segi sistemnya secara keseluruhan, mencakup infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia. Infrastruktur politik adalah mesin politik informasl berasal dari kekuatan riil masyarakat, seperti partai politik (political party), kelmpok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), media komunikasi politik (political communication media), dan tokoh politik (political figure). Disebut sebagai infrastruktur politik karena mereka termasuk pranata sosial dan yang menjaid konsen masing-masing kelompok adalah kepentingan kelompok mereka masing-masing.

Sedangkan suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik formal di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks karena akan bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.

Dalam pelaksanaan demokrasi, harus ada hubungan atau relasi yang seimbang antar komponen yang ada. Tugas, wewenang, dan hubungan antar lembaga negara itu pun diatur dalam UUD 1945. Relasi atau hubungan yang seimbang antar lembaga dalam komponen infrastruktur maupun suprasruktur, serta antara infrastruktur dengan suprastruktur akan menghasilkan suatu keteraturan kehidupan politik dalam sebuah negara. Namun tetap saja, penyimpangan dan permasalahan itu selalu ada dalam kehidupan masyarakat yang beragam dan senantiasa berubah seiring waktu.

Dalam lembaga legiflatif (DPR) misalnya, sebagai lembaga yang dipilih oleh rakyat, dan kedudukannya adalah sebagai wakil rakyat yang sebisa mungkin harus memposisikan diri sebagai penyambung lidah rakyat, megingat pemegang kekuasaan tertinggi dslam negara demokrasi adalah rakyat (kedaulatan rakyat). Namun dalam pelaksanaannya, lembaga negara tidak memposisikan diri sebagai penyampai aspirasi rakyat dan representasi dari kehendak rakyat untuk mencapai kesejahteraan, namun justru lembaga negara tersebut sebagai pemegang kekuasaan dalam sebuah negara, dan rakyat harus tunduk terhadap kekuasaan tersebut.

Contoh lain adalah dalam lembaga yudikatif, atau lembaga yang bertugas mengadili terhadap pelanggaran undang-undang. Hukum di Indonesia adalah hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Siapa yang punya uang, tentu akan mengalami hukuman yang ringan meskipun melakukan kesalahan yang besar. Sebaliknya, apabila tidak punya uang, dia tidak bisa berkutik dengan hukuman yang dijatuhkan padanya meskipun kesalahan yang dilakukan tergolong ringan. Bukti bahwa hukum Indonesia bisa dibeli adalah adanya hakim yang tertangkap akibat menerima suap untuk meringankan kasus yang sedang ia tangani. Atau contoh lain adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang menjalani hukuman, namun dapat dengan mudah keluar masuk penjara dengan berbagai alasan atau kepentingan, dan tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan oleh rakyat kecil.

Permasalahan yang terkait dengan komponen infrastruktur politik belum efektifnya peran lembaga-lembaga tersebut demi kepentingan rakyat, dan terkadang justru pelaksanaannya hanya demi kepentingan kelompok atau individu. Dalam hal kebebasan pers misalnya, meskipun sudah dijamin dalam UUD 1945 namun pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif. Contohnya adalah adanya wartawan yang meliput kasus atau persoalan publik, justru diculik, dianiaya, atau bahkan dibunuh.

Selain itu, partai politik telah beralih fungsi dari lembaga demokrasi menjadi lembaga yang yang mirip dengan perusahaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Terbukti dengan keterlibatan partai politik dalam berbagai kasus korupsi, transaksi-transaksi politik dalam pemilihan daerah, serta money politics. Partai politik juga menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar popularitas dan kekuasaan, serta untuk menguasai sumber daya alam tertentu. Komersialisasi partai politik ini juga terlihat dalam kaderisasinya, dimana banyak anggota partai politik yang direkrut adalah pengusaha-pengusaha, yang sebenarnya hanya dijadikan tunggangan agar partai politik tersebut dapat dengan mudah memperoleh dana, misalnya dari adanya proyek-proyek.

Permasalahan-permasalahan demokrasi yang terjadi di Indonesia ini harus segera ditangani karena sudah mencapai titik kritis. Apabila dibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian, demokrasi di Indonesia akan mati, dan negara Indonesia justru mengarah pada negara dengan pemerintahan yang otoriter. Kedaulatan rakyat tidak lagi berlaku, aspirasi rakyat melalui kebebasan pers terlalu dibatasi. Bahkan lembaga yang bertugas sebagai penyampai aspirasi rakyat seperti DPR dan partai politik telah beralih fungsi menjadi lembaga yang menjadi rumah bagi pihak-pihak yang menginginklan popularitas, kekuasaan, dan kekayaan.

 

KESIMPULAN

Indonesia adalah negara yang pernah mengalami berbagai perubahan sistem pemerintahan, mulai dari parlementer hingga presidensial yang dianut sekarang ini. Perubahan-perubahan itu terjadi tak lain untuk menemukan sistem pemerintahan yang dianggap paling cocok dengan bentuk negara Indonesia yang berbentuk kepulauan. Pada akhirnya sejarah membuktikan bahwa negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presiedensial adalah bentuk yang paling tepat untuk negara Indonesia yang penduduknya tersebar di berbagai pulau di dalam negara ini dan terbagi dalam beragam suku bangsa.

Sistem pemerintahan di Indonesia sendiri bukan tanpa masalah. Sejarah membuktikan bahwa sistem pemerintahan presidensial ini seringkali disalah gunakan seperti pengangkatan presiden seumur hidup pada zaman Ir. Soekarno, atau pemerintahan yang cenderung otoriter seperti pada pemerintahan Soeharto. Bahkan di masa sekarang pun masih banyak permasalahan di sistem pemerintahan kita yang berkedaulatan rakyat ini.

Dalam sistem pemilu yang merupakan ciri pemerintahan berkedaulatan rakyat (demokrasi), di negeri kita ini, sering ditemui kecurangan atau bahkan malah apatisnya para peserta pemilihan umum dikarenakan ketidak percayaan pada pemerintahan yang akan datang. Ketidak percayaan ini tentunya akan mengakibatkan instabilitas politik di masa mendatang dan membahayakan berlangsungnya demokrasi.

Salah satu akibat dari berkurangnya rasa peduli masyarakat terhadap politik di negerinya adalah tidak sesuainya karakter pemimpin yang saat ini memerintah dengan apa yang diharapkan oleh rakyat. Hal ini tentu saja menyebabkan rasa tidak percaya masyarakat meningkat kepada pemerintah dan akan ada kemungkinan menghilangkan semangat demokrasi dari negeri ini.

Isi bacaan di atas, sebagaimana dikutip dari:

hguntoro11.blogspot.com/…/sistempemerintahan-negara-republik.html

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/03/sistem-pemerintahan-indonesia.html

http://politik.kompasiana.com/2013/05/11/permasalahan-demokrasi-di-indonesia-559279.html

(Dengan perubahan seperlunya)

 

Nama              : Diah Sulistiyanti

NPM               : 42214964

Kelas               : 1DA02

Mata Kuliah   : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen              : Ahmad Nasher

Hak Asasi Manusia dan Pelanggarannya

Oleh

Nama: Diah Sulistiyanti

NPM: 42214964

Kelas: 1DA02

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen: Ahmad Nasher

 

A. PENGERTIAN, PERKEMBANGAN, DAN MACAM-MACAM HAK ASASI MANUSIA
1. Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat1, dan pasal 31.

2. Macam-Macam HAM:
a. Hak asasi pribadi (personal rights)
Hak asasi pribadi adalah hak kebebasan beragama, beribadat sesua dengan keyakinan
masing-masing, menyatakan pendapat, dan kebebasan berserikat atau berorganisasi.
b. Hak asasi ekonomi (property rights)
Hak asasi ekonomi meliputi hak pemilikan sesuatu, hak membeli atau menjual
sesuatu. serta hak untuk mengadakan perjanjian atau kontrak..
c. Hak asasi dalam kesamaan hukum
Hak asasi dalam kesamaan hukum adalah hak asasi untuk mendaparkan perlakuan
yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Equality) atau dikenal
dengan hak kesamaan hukum.
d. Hak asasi politik (political right)
e. Hak asasi politik adalah hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih dan
dipilih dalam pemilu, .hak untuk mendirikan partai politik, serta hak untuk
mengajukan petisi, kritik, arau saran.
f. Hak asasi dalam perlindungan hukum (procedural rights)
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tatacaradan perlindungan hukum, misalnya
hak untuk mendaparkan perlakuan yang wajar dan adil, meliputi penangkapan,
penggeledahan, penyidikan, peradilan, dan pembelaan hukum.
g. Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights)
Hak asasi sosial dan kebudayaan merupakan hak untuk memperoleh pendidikan,
hak untuk mengembangkan kebudayaan dan hak-hak lainnya yang berhubungan
dengan masalah sosial budaya.

B. INSTRUMEN HAM
1. Instrumen Nasional HAM
a. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
b. UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
c. Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
d. Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia.
e. Inpres No, 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Pro-gram, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemenintahan.
f. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
g. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
h. Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A — 28J mengatur secara eksplisit Pengakuan dan Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia.

2. Instrumen Internasional HAM
Periode sebelum berdirinya PBB
a. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.
b. Petition of Rights
c. Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679 di Britania Raya
d. Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris
e. Declaration des Droits de L’homme et Du Citoyen di Perancis tahun 1789 yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara.
f. Declaration of Indenpendence di Amerika Serikat tahun 1776

Periode setelah berdirinya PBB
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).
b. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights)
c. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
d. Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide)
e. Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
f. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
g. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women)
h. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
i. Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees)

C. CONTOH KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA
1. Kasus Trisakti dan Semanggi
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka – luka.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.
Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.
Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.

Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
2. Kasus Pembunuhan Munir
Kasus pembunuhan Munir merupakan salah satu pelanggaran HAM di Indonesia yang kasusnya belum terselesaikan hingga akhirnya ditutup. Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah seorang aktivis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Ia meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan menuju kota Amsterdam di Belanda. Banyak yang menganggap bahwa Munir meninggal karena dibunuh atau diracuni oleh suatu kelompok tertentu. Sayangnya hingga kini kasus kematian Munir ini belum jelas dan kasusnya sendiri akhirnya ditutup.

D. KESIMPULAN
Sesuai pembahasan di atas, HAM adalah hak yang sudah ada pada setiap manusia sejak lahir yang harus dipenuhi. Dalam undang-undan sendiri, telah ada pasal-pasal yang khusus membahas tentang pemenuhan HAM. Meski demikian, banyak sekali terjadi kasus orang kehilangan hak asasinya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Penyebabnya pun beragam macamnya.
Namun satu hal yang paling mencolok diantara semua pelanggaran itu adalah adanya kepentingan pemerintah atau kekuasaan yang cenderung otoriter dan dipaksakan terhadap rakyat. Sejak dulu, HAM memang selalu berbenturan dengan kepentingan penguasa. Pemerintahan yang menginginkan totalitas jelas bukan bentuk pemerintahan yang dibolehkan dalam HAM.
Tetapi pemerintahan yang sepenuhnya berbass HAM juga tidak bisa dibenarkan. Karena di negara yang tidak ada hukum yan lebih tegas dan lebih tinggi daripada HAM, ketertiban jarang bisa ditegakkan karena semua orang merasa berhak mengacau.

Lantas bagaimana pemerintahan yang baik? Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mampu mengendalikan pemaksaan kekuasaannya terhadap rakyat sekaligus melaksanakan HAm dengan sebaik mungkin, yang merupakan hal yang sulit terjadi di negara mana pun.

Sumber:
abityarachmatika.blogspot.com/2014/08/penjelasan-ham-dan-contoh-kasus.html
kamikush. blogspot.com

Proses Terbentuknya Negara

  1. SECARA TEORITIS

 

1)      Teori kontrak sosial

Teori kontrak sosial beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian perjanjian masyarakat. Teori ini adalah salah satu teori terpenting mengenai asal usul negara. Teori asal usul mulai negara yang berdasarkan atas kontrak sosial  ini dapat dilihat melalui pemikiran Thomas Hobbes, John Locke, dan JJ Rousseau.

 

2)      Teori ketuhanan

Teori ketuhanan dikenal dengan dokrit teokratis dalam teori asal usul negara. teori ini bersifat universal dan dilakukan di beberapa negara

 

3)      Teori kekuatan

Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa negara pertama kali dibentuk atas hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah.

 

4)      Teori organis

Dalam teori organis, negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup. Individu yang merupakan komponen-komponen negara dianggap sel sel dari makhluk hidup itu.

 

5)      Teori historis

Teori histori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.

 

6)      Teori kedaulatan

Istilah “daulat” berasal dari bahasa arab “daulah” yang berarti kekuasan tertinggi. Dengan demikian kedaulatan dapat didefinisikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.

 

  1. SECARA FAKTUAL

Pendekatan ini didasarkan pada kenyataan yang benar – benar terjadi. Menurut fakta sejarah, suatu negara terbentuk, antara lain karena :

  1. Pendudukan ( Occopatie )

Terjadi ketka suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai kemudian diduduki dan dikuasai oleh suku / kelompok tertentu. Contoh: Liberia yang diduduki oleh kaum Negro yang dimerdekakan pada tahun 1847.

 

  1. Proklamasi ( Proclamation )

Suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain mengadakan perjuangan sehingga berhasil merebut wilayahnya dan menyatakan kemerdekaan. Contohnya: Indonesia pada 17 Agustus 1945 mampu merdeka lepas dari penjajahan Jepang dan Belanda.

 

  1. Penarikan ( Accesie )

Mulanya suatu wilayah terbentuk akibat naiknya lumpur sungai atau timbul dari dasar laut (delta). Wilayah tersebut kemudian dihuni oleh sekelompok orang hingga akhirnya membentuk negara. Contoh: Negara Mesir terbentuk dari delta sungai Nil.

  1. Penyerahan ( Cessie )

Terjadi ketika suatu wilayah diserahkan pada negara lain atas dasar perjanjian tertentu. Contoh: Wilayah Sleewijk diserahkan oleh Austria pada Prussia (Jerman).

 

  1. Pencaplokan / Penguasaan ( Anexatie )

Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai ( dicaplok ) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Contoh: negara Israel ketika dibentuk tahun 1948 banyak mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania dan Mesir.

 

  1. Pemisahan ( Separatise )

Suatu wilayah yang memisahkan diri dari negara yang semula menguasainya kemudian menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia memisahkan diri dari Belanda dan menyatakan merdeka.

  1. Peleburan ( Fusi )

Terjadi ketika negara – negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk melebur menjadi satu negara baru. Contoh: terbentuknya federasi kerajaan Jerman tahun 1871.

  1. Pembentukan baru

Wilayah negara yang berdiri di wilayah negara yang sudah pecah. Contoh: Uni Soviet pecah kemudian muncul negara – negara baru.

 

 

  1. SECARA PRIMER

Terjadinya negara secara primer, yaitu asal usul mula terjadinya negara diawali dengan adanya keluarga yang memiliki kebutuhan masing masing.

Negara terjadi melalui beberapa tahapan dan tidak ada hubungan dengan negara yang telah ada sebelumnya.

 

Tahapan terjadinya Negara:

1)      Genoot Schaft (Suku)

Terdapat istilah Primus Interpares yang artinya Yang utama di antara sesama.

 

2)      Rijk/Reich (Kerajaan)

Di sini muncul kesadaran hak milik dan hak atas tanah.

 

3)      State/nasional

Kesadaran akan perlunya demokrasi dan kedaulatan rakyat.

 

4)      Diktatur Natie

Pemerintahan dipimpin oleh seorang pemimpin pilihan rakyat yang kemudian berkuasa secara mutlak.

 

  1. SECARA SEKUNDER

Asal mula terjadinya Negara secara sekunder lebih pada pendekatan fakta atau kenyataan.

Terjadinya Negara/lahirnya Negara ada hubungan dengan Negara yang telah ada sebelumnya.

Terdapat beberapa macam dari asal mula terjadinya Negara secara sekunder, yaitu:

1)      Proklamasi

Pernyataan kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.

 

2)       Fusi

Peleburan 2 negara atau lebih dan membentuk 1 negara.

 

3)      Aneksasi

Pencaplokan. Suatu daerah dikuasai Negara lain tanpa perlawanan.

 

4)      Cessie

Penyerahan. Sebuah daerah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan perjanjian.

 

5)      Acessie

Penarikan. Bertambahnya suatu wilayah karena proses pelumpuran laut dalam kurun waktu yang lama dan dihuni oleh kelompok.

 

6)      Okupasi

Pendudukan. Suatu wilayah yang kosong kemudian diduduki sekelompok bangsa sehingga berdiri Negara.

 

7)       Inovasi

Suatu Negara pecah, kemudian lenyap dan memunculkan Negara baru di atasnya.

 

8)      Separasi

Negara yang memisahkan diri dari negara asalnya dan menyatakan diri sebagai negara merdeka.

 

Kesimpulan

Dari sekian banyak cara terbentuknya negara, baik berupa teoritis, faktual, primer, maupun sekunder, tujuan terbentuknya negara tetap sama, yaitu memiliki sebuah wilayah milik sendiri di mana di wilayah itu rakyat bisa hidup dengan damai dalam naungan pemerintah yang berdaulat terhadap suatu wilayah kekuasaan. Penguasa tersebut pun berkuasa secara legal dan diakui oleh masyarakat yang dinaunginya sehingga tercipta keadaan damai, aman, dan tenteram yang diinginkan.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah soft skill Pendidikan Kewarganegaraan.

Nama              : Diah Sulistiyanti

NPM                : 42214964

Mata Kuliah   : Soft Skill (Pendidikan Kewarganegaraan)

Dosen              : Ahmad Nasher

 

Sumber: http://muhardijaya46.blogspot.com/2013/09/proses-terbentuknya-negara.html

Latar Belakang Diadakannya Mata Kuliah Soft Skill di Perkuliahan

Diposkan oleh Ayudya Putri Pratiwi dan diposkan kembali oleh Diah Sulistiyanti di blog ini dengan pengubahan seperlunya untuk tugas mata kuliah soft skill, berikut keterangan lengkap saya selaku orang yang memposting ulang materi ini.

Didalam persaingan jaman sekarang, kebutuhan tenaga kerja yang profesional berbekal skill atau sebuah kemampuan, sudah merupakan tuntutan seorang tenaga kerja. Skill dan kecerdasan emosional dapat mendukung kerja, karena itulah mata kuliah soft skill menjadi penting di dunia perkuliahan karena ternyata soft skill sangat diperhatikan dalam dunia kerja.

Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikan pun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.

Adalah suatu realita bahwa pendidikan di Indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja.

Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidak semua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.

Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.

 

Pentingnya Belajar Softskil
Berikut ini adalah contoh Softskill :

 

  1. Kemampuan Berkomunikasi 

Komunikasi secara umum didefinisikan sebagai menanamkan atau pertukaran pikiran, pendapat, atau informasi melalui pidato, menulis, atau tanda-tanda. Meskipun ada yang namanya komunikasi satu arah, komunikasi dapat dirasakan lebih baik sebagai proses dua arah yang di dalamnya ada pertukaran dan perkembangan pikiran.
Komunikasi adalah dasar yang paling kuat dalam interaksi di setiap lingkungan seperti sekolah, kampus dan sebagainya.


  1. Manajemen Konflik

Sebagai mahasiswa akan sangat diperlukan kemampuan dalam menangani masalah yang sering muncul dalam setiap aspek kehidupan.

 

  1. Kemampuan Bekerja Sama Dengan Team

Ternyata kemampuan ini sangat besar andilnya dalam lingkungan kerja. Banyak diantara mahasiswa yang cenderung berpikir bisa bekerja sendiri tanpa melibatkan orang lain padahal pemahaman ini sangat salah. Di lingkungan kampus kemampuan ini diasah melalui kerja kelompok.

 

  1. Pengambilan Keputusan

Dalam kondisi yang mendesak kemampuan ini sangat diperlukan. Untuk kondisi tertentu kemampuan ini harus dibuat walaupun terkadang mengesampingkan prosedur atau aturan yang baku yang telah disepakati bersama.

Contohnya dalam bidang kedokteran menyelamatkan ibu atau bayinya.


  1. Negoisasi

Negosiasi adalah suatu dialog dimaksudkan untuk menyelesaikan perselisihan, untuk menghasilkan kesepakatan atas tindakan, untuk tawar-menawar untuk keuntungan individual atau kolektif, atau hasil kerajinan untuk memuaskan berbagai kepentingan. Ini adalah metode utama alternatif penyelesaian sengketa.

 

Kesimpulan

Hard skill atau kecerdasan akademik memang penting, namun dalam penerapan di masyarakat, soft skill jauh lebih penting. Sama halnya dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang apabila dalam penerapan dalam masyarakat, kalah penting dibanding kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosi (EQ). Hal ini dikarenakan di masyarakat, kecerdasan tidaklah terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana kita bisa berinteraksi dengan baik sehingga diterima masyarakat, bagaimana berperilaku yang baik hingga bisa berasimilasi dan berbaur di masyarakat di mana pun kita berada, dan bagaimana kita bisa beretika yang baik dalam interaksi dengan sesama manusia.

Soft skill mengajarkan semua hal di atas sehingga bila kita membarenginya dengan iQ yang baik, maka kita akan menjadi manusia yang tidak hanya matang dalam segi otak dan fisik, melainkan juga mental dan emosi.

Nama: Diah Sulistiyanti

NPM: 42214964

Mata Kuliah: Soft Skill (Pendidikan Kewarganegaraan)

Dosen: Ahmad Nasher

 

Sumber:

http://putrimeylaniep.blogspot.com/2011/01/pentingnya-memiliki-soft-skill-dalam.html

Wikipedia

ituuttie.blogspot.com/2012/03/pentingnya-belajar-softskill.html