Hikaru-Prolog Afternotes

 

Hikaru Banner

Maaf tidak bisa menceritakan banyak hal di prolog karena keterbatasan jumlah maksimal halaman. Tapi setidaknya saya berikan sedikit petunjuk. Seluruh chapter di cerita ini adalah draft awal dan belum diedit. Jika aku diberi kesempatan untuk mengedit, aku akan menambahkan tahun kejadian di atas chapter ini.

Ups, atau sudah ada yang menebak di tahun berapa prolog ini terjadi? Ehehe, itu kalau yang sudah bisa membaca alurnya dan sudah membaca chapter selanjutnya yang telah diposting.

Pendeta dan Naga, ini bukan terakhir kalinya kita akan bertemu mereka. Porsi mereka akan banyak sekali di sini nanti. Dan konflik mengenai apa yang terjadi di prolog akan menjadi dasar yang melatari jalannya cerita nanti.

Untuk adegan di prolog, murni adegan itu tidak pernah ditampilkan pada konsep original. Di konsep original, yang ada justru monolog sebagai pembuka. Dan saya tahu, monolog untuk pembuka malah menjadikan novel ini lebih mirip komik daripada novel, jadilah konsep itu saya ubah.

Langit merah di prolog ada alasannya lho.

 

ARUNA SERIES TIME CHRONOLOGISTS

ARUNA SERIES TIME CHRONOLOGIST

WARNING: CONTAIN SPOILER!

Year Events
1864 The events in Blood and Rose took places
1865 Klaus, Zen, and Nara confronted each other

Ghalih and Adit was born

Rini was changed into Zen’s belonging

1892 Klaus mysteriously disappeared
1901 Emilia passed away
1921 Ratna came and lived with Zen
1970 Aruna returned

Preparation of war began

Red War spread globally

1971 Red war ended

Twelve Pillars appeared along with other heroes from various countries

1972 Yuda was born in lab
1975 Mirja betrayed Nara

Nara had been abandoned by his society

Candra, Surya, and Nara meet

Surya was killed

1976 Candra was killed

Nara comes back and changed the Council drastically

1980-1982 Maraditya went riot in Indonesia

Maraditya got captured by Ariyuda Caiden

1983 The security system in Taraksa improved

Ryan debated with his father

1986 Ryan resigned from Comittee and went to public school
1987 Ratna was let to be in high school for 3 years

Ratna met Ryan and Arka in there

Arka marks Ratna after she named him.

1988 Eka was born

The new security system in Taraksa gone failed due to Yuda’s experiment.

Klaus was ran away and going rampage on Evan’s group

Ratna was being accused by Arka for killing his comrades

1993 Yuda was appointed to look after a spesific subject called 668

Eka was officially accepted in “house”, an earlier project before Caiden

1995 Yuda finished the security system in Taraksa

Yuda released an agatya in order to make a massacre in the “house” look like nothing more than lab incident, but instead he witnessed Eka’s true strength.

Yuda killed all the labours and burn the facility

Eka was accepted in Caiden’s house.

Yuda started his plan

1997-1998 Eka meet Maraditya

Yuda meet Maraditya in prison and started the last part of his plan

Eka killed all Caiden’s project other than her

Ariyuda was killed by Maraditya

Eka ran away with Maraditya after burn the Caiden house

Eka was put into slavery

2003 Eka was dying and saved by Nara, turned into Nara’s belonging

Eka lived and married with Nara

2008 Eka lost her memories

Eka lived with Darius and Maraditya as a family

2013 The events in Blood and Sword took places

 

 

 

 

 

 

 

Review Bride of The Sun

Cover Bride of The Sun
Cover Bride of The Sun

Judul: Bride of The Sun

Pengarang: Marsella Azuela

Jumlah bab: 25 Bagian termasuk Prolog dan Epilog

Link: https://www.wattpad.com/story/49283743-bride-of-the-sun-open-po

 

Sinopsis

Sudah lama, Mars menerapkan sistem Monarki yang unik. Satu orang rajadan dua orang ratu sebagai pemimpin pemerintahan. Satu dari Sembilan Kerajaan Mars meminta Bumi mengirimkan satu di antara milyaran gadis yang cocok untuk dijadikan Ratu. Demi perdamaian di antara kedua planet. Diutuslah Acelynn, seorang gadis dari bumi.

Tap, Putra Mahkota tidak menyukainya. Lyon, mencintai Serissa, calon istrinya yang lain, bahkan dia nekat tidak ingin menyentuh Acelynn bahkan menyebut namanya. Karena sifat manja Putra Mahkota, Acelynn jatuh sakit. Akibat hal sepele seperti ini, hubungan kedua planet bisa rusak. Akhirnya diutus kembaran Acelynn, Aerilyn, untuk menggantikan Acelynn. Seorang militer terisolasi dari dunia luar. Mengubah kerajaan dan Putra Mahkota sendiri.

Namun perubahan itu tidak disukai oleh banyak orang. Membahayakan Aerilyn dan Sang Putra Mahkota, Lyon.

***

Buku ini merupakan prototype alias uji coba dari versi cetak Bride of The Sun yang bakal hadir menemani kita bulan Januari 2016 ini. Buku yang diterbitkan lewat jalur indie ini sudah menembus 26 ribu pembaca dan lebih dari 2000 dukungan suara.

Dilihat dari sinopsis cerita, sudah ada premis yang bagus. Meski sudah banyak tema film, buku, maupun komik yang mengangkat tema soal Mars dan soal hubungan Mars dengan Bumi,tema ini tidak pernah basi unuk diangkat. Mungkin penelitian tentang Mars yang terus berkembang dari hari ke hari menjadi salah satu pemicunya, karena belakangan juga ditemukan jejak-jejak air dan sungai di Mars setelah ditemukan kutub yang diselimuti es di sana sehingga kemungkinan bahwa planet itu bisa dihuni semakin tinggi.

Novel ini menitikberatkan hubungan politik antara Bumi dan Mars, satu lagi sub tema yang tidak pernah basi untuk diangkat dan akan jadi sangat bagus bila diolah dengan tepat. Namun saya agak kurang setuju dengan pemilihan genre utama novel ini yaitu Science Fiction. Setelah saya baca, cerita ini lebih kuat sisi fantasy-romance nya daripada sisi science fictionnya. Tidak ada penjelasan mendetail mengenai bentuk manusia Mars, dari mana asal mereka, apa mereka juga berasal dari bumi, bagaimana kebudayaan awal mereka, apa mereka sudah menetap di sana sejak awal atau belum. Kemudian timbul lagi pertanyaan lebih jauh di benak saya mengenai bagaimana kebudayaan mereka? Apa lebih maju dari Bumi? Di dalam buku ini juga dijelaskan mengena robot, namun tidak dijelaskan secara detail bagaimana rupa robot itu dan detail-detail teknologi lainnya yang menjadikan buku ini kurang cocok di genre scince fiction. Tapi yah, buku ini hanya prototype dan sang pengarang telah menjanjikan detail yang lebih mendalam di novel versi cetak termasuk beberapa event penting nan krusial yang menjadi kunci penting di novel namun tidak dijelaskan lebih lanjut 5W+1H-nya.

Belum lagi bonus poster nan menggiurkan dan ilustrasi pangeran Lyon yang bikin ngiler itu. Ah sudahlah. Pergi sana fantasi berlebihan!

Tapi Hei, ketidak cocokkan genre tidak membuat suatu karya cacat. Hanya karena sebatang emas ada di tumpukan kuningan, tidak membuat emas itu lenyap kan?

Oke, karena saya hanya membagikan spoiler di jurnal reader, saya tidak akan membagikan spoiler di sini dan akan membiarkan kalian menikmati saja ceritanya langsung atau sekalian beli versi cetaknya, mumpung masih PO.

Baiklah, lepas dari ketidak cocokkan genre, isi cerita ini lumayan menarik, terutama bagi saya yang memang penggemar romance yang tidak biasa, dan mungkin karena terpengaruh Stolen Songbird, saya tertarik sekali dengan kisah cinta yang melibatkan intrik politik. Sub tema romance politik memang mengharuskan penulis melakukan riset lebih dalam dan bumbu politik akan membuat cinta berada di posisi serba salah, dikelilingi banyak pihak yang mempersalahkan keputusan tokoh dan ada lebih banyak pihak munafik yang bergerak mengakali semuanya dari balik layar dengan tujuan pribadi namun berkedok demi kebaikan rakyat. Semua bumbu itu, walaupun tidak sempurna dan butuh pengolahan lebih—saya harap pengolahan lebih ini ada di versi cetaknya—sudah sangat bagus dibawakan. Lyon dihadapkan pada pilihan sangat sulit, Aerilyn, yang telah bertukar tempat dengan saudaranya Acelynn dan mulai menjalankan tugas sebagai ratu, dihadapkan pada dua kubu besar di parlemen, sementara dia bukan putri yang mendapat dukungan di mana-mana. Nama Acelynn yang ia perankan mendapat cap buruk dari masyarakat dan kalangan kerajaan termasuk Lyon sendiri. Keputusan Aerilynn untuk berubah dihadapkan pada dua kubu, pro dan kontra. Sebagai orang yang besar di militer dan dilahirkan sebagai mesin pembunuh alih-alih mastermind dalam papan catur bernama birokrasi, Aerilynn harus memulai semua dari nol, yaitu dari memperoleh kepercayaan.

Bagi kalian yang berharap ada insta love di sini, siap-siap kecewa. Namun bagi kalian yang suka romance biasa tanpa menye-menye, silakan toast! Ini cerita di mana cinta bukan pusat segalanya, melainkan cerita di mana cinta bisa menumbangkan semua usaha dalam sekali tebas. Cinta butuh proses, dan itu tidaklah mudah; Cinta itu indah tapi bisa jadi bencana, begitulah yang diajarkan buku ini. Cukup realistis, tapi tidak sebegitu pahitnya hingga mendekati kenyataan. So, bagi kalian yang ingin melarikan diri dari kenyataan karena udah tahun baru masih jomblo juga #eeeh ini bukan cerita yang mengecewakan.

Dari segi tata bahasa, masih terdapat banyak lubang di sana-sini. Seringkali Aerilynn berganti-ganti cara bicara, dari pakai “Tidak” jadi “Gak”. Itu agak mengganggu karena membuat saya bertanya, “Ini mau pakai bahasa gaul apa nggak?” Untuk kesalahn tanda baca yang saya amat sangat sering saya temui di wattpad, untungnya tidak saya temui di cerita ini. Semua tanda baca well arranged, walaupun masih ada kesalahan penempatan koma dan kata depan. Well, itu kesalahan wajar yang masih sering dilakukan para penulis ulung kok, jadi saya tidak akan banyak cincong masalah itu.

Sementara untuk pembawaan POV, saya senang tidak ada tulisan Someone’s POV di atas cerita, cukup langsung dibawakan saja dengan jelas dan itu membuat saya lega luar biasa. S-E-R-I-U-S. Saya lega luar biasa. Namun untuk pemisah narator cerita, misalnya narator cerita bab 1 adalah Aerilynn dan Lyon, maka pisahkanlah bagian mereka, jangan digabung jadi satu karena bagaimana Lyon dengan Aerilynn melihat suatu kejadian akan berbeda. Oh dan saya lega sekali akhirnya menemukan cerita dengn sudut pandang orang ketiga begini setelah sudut pandang orang pertama jadi mewabah di berbagai genre novel. Ini angin lama yang saya rindukan.

Untuk karakter dan ending, kalian tidak akan kecewa. Premis yang diberikan di versi digital ini sudah cukup menghibur dan membuat saya tidak tahan untuk membalik setiap bab. Memang karakter Aerilynn dan Acelynn sudah pasaran di jagaet pernovelan, tapi karakter mereka adalah yang paling laku dan selalu menarik untuk dibawakan pada suatu cerita so kalian tidak akan kecewa deh. Tapi memang untuk perwatakan karakter minor harus diperbaiki berkaitan dengan alur cerita yang masih belum jelas karena sekali lagi, ini hanya prototype. Timeline cerita juga masih kabur karena belum disempurnakan, well kita tunggu saja versi cetaknya yang sepertinya menjanjikan.

Endingnya, jangan harap kalian akan dapat ending bahagia ever after karena ini baru buku pertama dari Trilogi buku Moon for The Sun. Endingnya bukan ending meny-menye, endingnya tough dan saya suka ending ini, mengesankan bahwa hidup ini tidak hanya diisi dengan kebahagiaan.

Jadi singkatnya, buku ini cocok bagi kalian yang menyukai fantasy-romance dengan latar berbeda tapi tidak jauh-jauh dari dunia nyata, kalian yang menyukai cerita sejenis Aldnoah.Zero, ini buku yang a must read. Hati-hati buku ini akan membuatmu lupa waktu.

 

 

 

 

 

 

 

 

Review The Darkest Mind

Cover the darkest mind versi Fantasious
Cover the darkest mind versi Fantasious

Judul                           : The Darkest Mind

Pengarang                   : Alexandra Bracken

Penerbit                       : Fantasious

Tahun Terbit                : 2014

Tebal Halaman            : 592 halaman

 

Di seluruh dunia, berjangkit wabah penyakit IAAN yang membunuh 98% anak-anak di Amerika. Penyakit ini menyerang sistem syaraf pusat dan belum diketahui penyebab maupun penawarnya. Penderitanya, semuanya adalah anak-anak di atas usia sepuluh tahun. Dari penyakit yang mendunia ini, kemudian muncul satu masalah baru yang tak kalah pelik. Anak-anak yang bertahan dari penyakit ini dan mampu melewati ulang tahun kesepuluh mereka dengan aman menjadi sebuah ancaman baru karena mereka memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusia biasa.

Itulah sepenggal kisah dari novel dystopia-scifi karya Alexandra Bracken yang berjudul The Darkest Mind. Novel ini berpusat pada kisah Ruby Daly, anak perempuan yang dikurung di garasi di hari ulang tahunny yang kesepuluh lalu tanpa tahu apa-apa, dikirim ke sebuah penampungan khusus anak-anak Psi (sebutan bagi anak-anak yang selamat dari penyakit IAAN) Dengan sekuat tenaga, Ruby berusaha menemukan tempatnya di dunia, mencari orang yang benar-benar menginginkannya sambil melarikan diri dari orang-orang yang ingin menjadikannya senjata atau bahkan yang ingin membunuhnya.

Dilihat dari tebal buku yang lebih dari lima ratus halaman, kita mengharapkan sebuah penggambaran detail dari tokoh dan setting. Ya, itu akan kita dapatkan di buku ini. Namun jangan harap buku ini memberikan cara pendeskripsian yang langsung mengalir. Kita harus mencerna lebih dalam cerita buku ini, tidak hanya dari segi pembawaan bahasa yang kurang mudah dipahami, tapi juga alur penceritaan yang terlalu sering menggunakan metode flashack. Yang mengganggu adalah, kilas balik Ruby yang baru diceritakan di bab sepuluh. Untuk tebal buku sebanyak lima ratus halaman lebih, penempatan kilas balik di pertengahan novel menurut sebagian orang adalah pas karena dalam setiap novel dystopia, yang harus ditonjolkan pertama kali adalah setting, baru penokohan. Saya setuju itu, dan saya pikir penempatan flashback ini masihlah dalam batas wajar dan pas karena sampai bab sepuluh kita sudah diberikan gambaran jelas mengenai bagaimana mencekamnya suasana Amerika yang ketertiban dan keamanannya kacau balau (Kalau membaca deskripsi yang disajikan soal Amerika di buku ini, entah mengapa saya terbayang kerusuhan tahun 1998) dan anak-anak menjadi momok bagi siapapun. Amerika dan seluruh dunia berubah menjadi dunia tanpa anak-anak.

Buku ini mengandung semua unsur dystopia yang jadi standar atau yang dibutuhkan semua novel dstopia manapun, mulai dari masalah yang mendunia, jumlah penduduk yang entah menurun drastis atau meningkat drastis, dan pemerintahan yang hanya membawa negara pada kehancuran. Secara pribadi, saya cukup bosan dengan genre dystopia yang menjamur sekali belakangan ini berkat meledaknya novel The Hunger Games Trilogy di pasaran. Novel ini juga mengandung hal-hal yang ada di novel Hunger Games dan novel-novel dystopia lainnya mulai dari adanya pasangan yang menentang sistem pemerintahan dan tokoh utama wanita yang punya kekuatan paling tidak biasa. Tanpa bermaksud menyama-nyamai, saya hanya merasa novel ini punya keunggulan di premis, tapi tidak punya keunggulan dari segi pembawaa cerita. Kalau boleh saya bilang kasar, The Darkest Mind adalah The Hunger games dengan humor dan penyakit berbahaya.

Saya sebenarnya penggemar dystopia, tapi melihat tidak adanya novel dystopia yang berbeda dari yang lain, saya agak bosan juga dengan novel-novel dystopia yang sepertinya hanya tiruan dari The Hunger Games.

Untungnya novel ini tidak dibawakan dengan istilah-istilah science fiction yang rumit dan butuh ekstra catatan kaki di bawahnya. Memang di kisah itu Ruby diceritakan tidak terlalu pandai, dan sungguh setiap deskripsi dari Ruby tidak ada yang melenceng. Dua jempol untuk Mbak Alexandra yang bisa membuat karakter Ruby senatural ini. Meski banyak kilas balik yang kadang agak mengganggu, tapi pembawaan kilas balik itu cukup nyaman dibaca, dan bahkan di beberapa kilas balik, saya sempat terenyuh dengan kisah Ruby dkk.

Nah apa yang bisa kita simpulkan dari review saya yag tumben-tumbennya pedas ini?

Buku ini bagus untuk menambah koleksi novel dystopia kalian wahai penggemar masa depan tak sesuai mimpi indah. Tapi kalau kalian mencari yang beda-beda di novel ini, jangan terlalu banyak berharap. Yang menarik dan bikin beda dari novel ini hanyalah penyakit IAAN dan segala seluk beluknya itu. Kalau kalian bukan penggemar dystopia atau mau menjadi pembaca dystopia, buku ini lumayan untuk menjadi teman dystopia pertama kalian semua.

 

 

 

 

Review The Real Past

novel the real past

Judul Buku: The Real Past

Pengarang: Ayu Dewi

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2014

Tebal buku: 248 halaman

Distorsi ruang dan waktu. Dara tidak pernah percaya pada mitologi sains semacam itu. Mana ada orang yang bisa berpindah tempat atau waktu dalam sekejap mata? Tak peduli seberapa seru Anin, sahabatnya, bercerita soal pengalaman salah satu teman mayanya yang pernah mengalami distorsi tersebut, Dara tak tertarik. Hingga dirinya mengalami hal itu sendiri.

Yep, Dara mengalami distorsi ruang dan waktu ke masa Majapahit, tepatnya di masa raja terakhir Majapahit, Raja Girindrawardhana, memerintah. Tepatnya di tahun 1498. Dara, berdua dengan temannya, Bagus, terdampar di Wilwatikta, ibukota Kerajaan Majapahit.

Hampir saja mereka ditangkap pasukan kerajaan karena dikira penyusup atau mata-mata musuh. Terutama karena pakaian mereka yang aneh dan tak sesuai di zaman itu. Namun setelah menjelaskan kepada semua orang secara baik-baik (dan berhenti menganggap ibukota kerajaan sebagai tempat syuting) mereka dipersilakan menginap di rumah salah seorang prajurit. Prajurit itu seorang laki-laki bernama Mada yang usianya tak terpaut jauh dari Dara. Mada tinggal bersama adik perempuannya, Dewi, yang menjadi prajurit Aruna, atau prajurit perempuan di Majapahit.

Tentu saja distorsi ini tidak hanya sekadar tamasya ke Majapahit. Dara dan Bagus juga tak sengaja terjebak di dalam konflik yang mengakibatkan perang saudara yang nantinya menjadi salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Mampukah Dara dan Bagus kembali ke masa mereka sendiri? Jawabannya tentu saja hanya bisa ditemukan di dalam buku ini!

***

Jarang-jarang saya menemukan buku teenlit bertema fiksi sejarah seperti ini. Saya langsung tertarik dan mencoba membacanya. Idenya memang pasaran sekali. Sudah banyak yang memakai ide serupa baik di film maupun di buku. Tapi, hei, kalau GPU sampai mau menerbitkannya pasti buku ini punya ‘sesuatu’ yang spesial di dalamnya kan?

Saya suka idenya yang sederhana tapi menarik. Tapi jujur saya agak kecewa karena Mada yang dimaksud di sini bukanlah Gajah Mada. Hah… sepertinya saya yang terlalu berharap (-.-;) Kalau dipikir… akan riskan sekali kalau menjadikan Gajah Mada yang legendaris sebagai tokoh utama sebuah novel remaja. Sejarah tentang beliau nyaris tak bisa diutak-atik.

Mbak Ayu Dewi sudah menerapkan salah satu saran pengarang cerita sejarah yang saya kagumi, yaitu Mas Deddy Arsya. Saya ingat salah satu pesan beliau bahwa kalau mengarang cerita sejarah itu sebaiknya pilih bagian sejarah yang ‘fleksibel’ maksudnya utak-atiklah bagian sejarah yang samar, yang tidak pernah disebut dalam buku-buku sejarah. Kalau kita mengutak-atik bagian sejarah yang sudah konkrit, semisalkan sejarah tentang Gajah Mada, bisa dipastikan karya kita sangat riskan, karena semua orang sudah mengenal siapa itu Maha Patih Gajah Mada, kalau ada mengutak sedikit saja sejarah tentang beliau, sudah pasti bukan hanya orang se-Indonesia yang ngambek, saya pun ikut ngambek hehehe

Contoh sejarah yang fleksibel sendiri seperti sejarah mengenai prajurit Majapahit, seperti yang berusaha diceritakan oleh Mbak Ayu Dewi. Kisah sejarah tentang salah satu prajurit pada masa raja Girindrawardhana tentu saja belum ada yang membahasnya, dan belum tertera di buku mana pun juga. Jadi boleh diutak-atik oleh pengarang.

Yep, back to the topic. Mbak Dewi Ayu lumayan lengkap menghadirkan sisi kerajaan Majapahit tanpa menggurui seperti buku sejarah, lengkap dengan candi, lambang kerajaan, ibukota, perdagangan, dan mata uang yang dipakai pada masa itu. Mbak Ayu Dewi patut diacungi jempol untuk risetnya. Walaupun ada beberapa bagian dialog yang kesannya terlalu dipaksakan. Tapi tak apa, semua itu proses belajar.

Tetapi satu kekurangan kecil yang cukup… kalau menurut saya fatal, adalah nama ayah Mada. Di halaman 176, nama ayah Mada adalah Respati Kertanegara. Sedangkan di halaman 196 nama beliau adalah Respati Jayanegara. Yang benar yang mana ya, Mbak?

Tapi totally, saya memberikan tiga bintang untuk buku ini. Saya harap akan ada novel-novel teenlit seperti ini di masa mendatang. Yah… saya harap juga yang agak berkurang romansanya dan lebih banyak mengangkat sisi sejarah. Tapi ini bagus untuk permulaan. Good job, Mbak Ayu Dewi!

***

For Your Information saja, raja Girindrawardhana adalah raja terakhir di Majapahit sebelum kerajaan besar itu jatuh ke tangan kerajaan Islam. Perang saudara dan meluasnya kekuasaan Islam diperkirakan merupakan penyebab kehancuran kerajaan yang mengalami masa kejayaan saat pemerintahan Hayam Wuruk ini.

Raja Girindrawardhana sendiri bernama asli Dyah Ranawijaya. Beliau memerintah dari tahun 1479-1519 M. Merupakan anak dari Dyah Suraprabhawa. Mbak Ayu Dewo sudah bagus sekali menaruh beliau di dalam cerita. Dan semua info tentang Majapahitnya benar-benar luar biasa.

 

Nama: Diah Sulistiyanti

NPM: 42214964

Spora: Teror Monster di Sekolah

cover spora

Judul buku      : Spora

Pengarang       : Alkadri

Penerbit           : Moka Media

Tahun Terbit    : 2014

Tebal Buku      : 235 halaman

 

Tim KIR salah satu SMA di Bogor baru saja pulang dari study wisata ke Brazil, mengikuti konferensi KIR internasional di sana. Setibanya di Indonesia, mereka disambut hujan lebat. Empat anggota KIR yang ngekos terpaksa tinggal dan menginap di sekolah karena mereka tak punya sanak keluarga yang menjemput seperti anak-anak lainnya. Mereka berempat tidur di ruang KIR. Salah satu anak tersebut, Sasa, tanpa sengaja menemukan beberapa stoples dalam balutan kantung basah. Karena penasaran, ia pun membukanya. Dan itulah awal cerita ini dimulai.

Muhammad Alifudin jika dilihat dari mata siapapun adalah anak yang di bawah standar tokoh-tokoh tampan di novel maupun dunia nyata. Dia bukan anak penuh kekepoan seperti kebanyakan tokoh novel. Dia hanya selalu dirundung masalah sepanjang hidupnya, seperti saat dia pagi-pagi buta sudah menemukan mayat dengan kepala pecah berkeping-keping di lapangan sekolah.

Kejadian ini tentu saja membuat heboh, terutama setelah diketahui bahwa mayat itu adalah satpam sekolah Alif. Ia pun ditanya-tanyai oleh polisi perihal mayat itu karena dialah yang pertama menemukannya. Dan karena sempat terkejut—walau hal ini tak disadari oleh Alif sendiri—ia tidak langsung melapor pada polisi. Ini membuat kecurigaan pihak berwajib jatuh padanya. Bahkan salah satu gurunya merekomendasikannya untuk pergi ke psikiater, siapa tahu jiwanya terguncang, yang jelas ditolak mentah-mentah oleh Alif.

Masalah tak berhenti sampai di situ, tak berapa lama ada dua mayat lagi ditemukan. Lagi-lagi Alif menemukan dua mayat itu pertama kali. Dan kali ini ia tidak bisa lari. Polisi yang tak punya bukti, akhirnya membebaskan Alif setelah diinterogasi beberapa saat di kantor polisi.

Beberapa hari kemudian terdengar kabar bahwa tiga korban tersebut meninggal akibat tembakan senapan angin. Dan pelakunya adalah kadet kepolisian yang saat itu tengah menghilang secara misterius. Namun Alif ragu. Ia yakin ada sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih besar mengancam orang-orang di sekitarnya. Dan sesuatu itu menarik paksa Alif untuk melihat kembali masa lalunya yang kelam.

Di Indonesia, genre horor identik dengan makhluk metafisika, berwujud seram, dan tak bisa dimusnahkan dengan cara apapun atau orang psyco yang hobinya membunuh orang seenak jidat dengan cara-cara sadis bin repot bingits. Namun Kak Alkadri datang dengan hawa segar baru. Sci-fi thriller adalah salah satu dari sekian banyak genre yang jarang dilirik oleh novelis Indonesia sekarang. Menghadirkan wujud monster yang berbeda dan tak punya hati, Kak Alkadri sukses membuat jantung saya mencelus di novel ini.

Namun kurangnya deskripsi yang kuat, yang mampu membuat kita memperlambat laju membaca kita dan menikmati setting yang menggugah daya khayal, membuat novel ini cepat sekali berlalu. Kesan horor cukup kental di novel ini, cukup baik untuk diberi bintang tiga oleh good reads (dari segi horor saja) dan kesan horor tersebut dilengkapi oleh ilustrasi yang jujur, membacanya di tengah hujan membuat bulu kuduk saya agak berdiri. Suasana suram cukup terbangun di novel ini mengingat banyak darah yang tumpah di sini. Tapi sekali lagi, deskripsi kurang kuat menjadikan alur horor di novel ini terlalu ringan dan hanya membuat saya deg-degan selama sesaat saja.

Muhammad Alifuddin, salah satu tokoh yang jarang saya jumpai di novel-novel zaman sekarang. Dia sangat blak-blakan, tanpa empati, penuh kekurangan, alih-alih kelebihan, dan sungguh manusiawi dalam banyak arti (mau tahu lengkapnya? Baca novelnya saja!) Dua jempol untuk Kak Alkadri karena bisa menciptakan tokoh yang begini manusiawinya. Penokohan seperti ini yang patut dicontoh oleh novel-novel Indonesia, manusiawi, itu yang paling penting. Karena di kenyataan, orang yang paling berani pun akan tak berkutik setidaknya satu kali ketika menghadapi ketakutan terbesarnya.

Singkat kata, novel ini saya beri bintang… tiga. Hanya tiga. Tak lebih. Nilai plus untuk suasana suram dan horor yang sukses dibawakan. Nilai minus untuk deskripsi yang terlalu singkat. Tapi secara singkat, novel ini patut dikoleksi. Dan saya katakan di sini: “Saya tidak menyesal membeli novel ini di toko buku hingga harus berjingjit untuk meraihnya di rak tertinggi.”

 

 

 

 

 

 

Jurnal Reader #9

novel the real past

WARNING: TULISAN INI ADA KEMUNGKINAN MENGANDUNG SPOILER. BAGI YANG TIDAK INGIN MEMBACANYA, SILAKAN SEGERA KELUAR DARI HALAMAN INI

The Real Past. Dari kata-katanya, kita tidak akan bisa menebak makna novel ini sebenarnya. Tapi bila ditilik dari covernya, maka kita sudah bisa menebak sedikit isi buku ini. Ada gambar gapura, dua orang remaja yang masuk berpuytar ke dalam pusaran berwarna kuning-jingga. Saya menebak ini semacam perjalanan ke masa lalu ke tempat di mana sebuah kerajaan Hindu-Budha kuno masih berdiri di Indonesia

Yap. Saya benar. Buku ini mengisahkan perjalanan dua orang remaja SMA bernama Dara dan Bagus ke kompleks candi peninggalan Majapahit di Trowulan. Karena kenekatan Dara, mereka berdua terbawa arus distorsi ruang dan waktu hingga menyasar ke kerajaan Majapahit di tahun 1498, di masa pemerintahan Girindrawardhana, raja terakhir Majapahit sebelum akhirnya takluk saat masa kerajaan islam di Nusantara.

Jujur saja, saya berdebar-debar membaca novel ini apalagi setelah Dara memasuki distorsi ruang dan waktu dan mendarat di Wilwatikta, ibukota kerajaan Majapahit. Deskripsinya meskipun tak lengkap, sudah mampu memberikan efek tegang, membuat saya bisa berimajinasi tentang seperti apa hutan di masa itu.

Deskripsi yang cukup keren untuk sebuah novel perdana. Saya harus katakan saya salut pada Kak Ayu Dewi. Meski novel ini mengandung romansa, bahasanya dikemas tak terlalu berbunga-bunga. Yah bagi laki-laki pasti masih terlalu lebay. Tapi bagi perempuan seperti saya, perasaan yang dirasakan Dara sangatlah wajar. Masih dalam batas kewajaran, baik perasaan menggebu-gebunya maupun caranya mendeskripsikan perasaan yang dia rasakan saat itu.

Untuk sebuah novel berlatar sejarah yang memadukan unsur teenlit ke dalamnya, saya harus salut. Meski sudah ada yang mengangkat tema serupa, banyak mungkin malah, tema ini sudah jarang dilirik sekarang ini sejak maraknya novel-novel terjemahan yang merajalela. Novelis-novelis kita seolah malu untuk mengangkat tema dalam negeri. Padahal coba bayangkan kalau misalnya di salah satu candi di Trowulan benar-benar ada lorong mirip sumur yang diceritakan di novel? Bukankah itu keren?

Maka dari itu saya sangat merekomendasikan novel ini bagi remaja yang ingin mencoba nuansa baru di pernovelan remaja Indonesia. Saya belum selesai membaca novelnya saat saya menulis post ini, tapi akan segera saya selesaikan dan saya akan tulis pendapat saya selengkapnya berikut reviewnya.

Jurnal Reader #8

cover spora

 

WARNING: TULISAN INI ADA KEMUNGKINAN MENGANDUNG SPOILER. BAGI YANG TIDAK INGIN MEMBACANYA, SILAKAN SEGERA KELUAR DARI HALAMAN INI

 

Spora. Dari judul dan covernya saja kita sudah bisa menebak seperti apa isinya. Yap. Tentang spora jamur yang putih-putih lembut dan selalu banyak tiap muncul hujan itu. Memang tak terlihat, tapi bagi yang geli jamur, pasti langsung bergidik mendengar kata spora. Rasanya langsung gatal-gatal kalau dengar kata jamur.

Dan berhubung sekarang ini (bulan Januari) musim hujan sedang lebat-lebatnya, pas sekali baca novel horor ini. Terasa seramnya.

Dari covernya saja kita sudah bisa menebak. Toh di novelnya juga tertera genre novel ini adalah horor. Dari cover saja mata kita para pecinta horor ini sudah dimanjakan dengan cover bernuansa hitam di atas putih. Tulisan judul yang terbuat dari bintik-bintik hitam menambah kesan horor. Sosok monster yang dalam tahap tansisi yang kelihatan speerti menjerit juga jadi nilai tambah cover ini.

Soal isinya tak pelru diragukan. Saya tak menyesal membeli novel ini. A worth to read! Dua jempol untuk Kak Alkadri! Jantungku berdebar membaca konflik yang kian meningkat. Tapi kok rasanya tak terlalu banyak konflik di awal cerita ya? Memang menegangkan penuh misteri, tapi rasa mendebarkannya itu baru terasa di akhir.

Tapi ending yang pas membuatku tak kecewa sampai berjingjit di toko buku untuk meraih buku ini dari rak tertinggi.

Secara pribadi, aku suka karakter Alif. Dia karakter utama yang gelap, serba tak bisa apa-apa selain bermodalkan keberanian. Dia benar-benar manusiawi. Jauh dari kesempurnaan. Caranya menyampaikan perasaan sama sekali tak bertele-tele. Tak cengeng. Aku suka karakter seperti ini.

Suasana gelap pun mampu dibangun dengan apik oleh Kak Alkadri. Secara singkat, novel ini benar-benar worth to read. Bila di good reads memberi bintang tiga, kali ini saya sependapat. Nilai plus minus lebih jauh akan dibahas di review selengkapnya yang menyusul nanti.

 

 

 

 

Stolen Songbird: Pilihan Tak Pernah Mudah

cover stolen songbird

Identitas Buku

Judul                           : Stolen Songbird

Pengarang                   : Danielle L. Jensen

Penerbit di Indonesia  : Fantasious

Tebal                           : 496 halaman + iv halaman

Desain Cover              : Yhogi Yordan

Penerjemah                  : Nadya Andwani

Penyunting                  : Mery Riansyah

Proofreading               : Lucy Riu

 

 

 

 

Mata biru dan rambut merah

Kunci dari gairah

Suara bak malaikat dan tekad kukuh

Dan penyihir gelap akan bersimpuh

Kematian mengikat dan ikatan mematahkan

Matahari dan rembulan bersatu demi keselamatan

Pangeran kegelapan, putri terang

Ikatan membawa ajal penyihir menjelang

Tarikan napas pertama mereka

Kala pertama penyihir terjerumus nestapa

Persatukan dua nama dalam syair

Dan kutukan pun berakhir

 

Dua belas larik ramalan kuno itu menjadi awal mula cerita dari Stolen Songbird, buku pertama dari malediction Trilogy karya Danielle L. Jensen. Dikisahkan lewat ramalan berbentuk puisi tersebut, bangsa Troll mencari-cari gadis yang dimaksud di dalam sana dan menemukan Cecile de Troyes, sang tokoh utama, yang dinilai memenuhi kriteria.

Dikarenakan kutukan yang tak bisa membuat mereka keluar dari kota mereka yang terkubur di bawah gunung, para troll menggunakan semacam agen manusia untuk menculik Cecile. Agen tersebut adalah Luc, bajingan yang cukup terkenal di Goshawk’s Hollow. Dengan cara paksa yang menyebabkan Cecile menderita luka di beberapa bagian tubuh, Luc membawa Cecile jauh ke dalam tanah. Di sanalah untuk pertama kalinya Cecile bertemu makhluk macam apa yang disebut Sluag itu.

Setelah perjalanan melelahkan yang menghancurkan gaun dan terpaksa membuatnya hanya memakai pakaian dalam saja, Cecile sampai di kota Trollus dan dipertemukan dengan keluarga Montigny, keluarga kerajaan di sana.

Tanpa panjang-panjang, keluarga kerajaan berniat mempertalikan Cecile dengan pangeran angkuh, bermulut pedas, dan keras kepala sekaligus pewaris takhta kerajaan, pangeran Tristan. Cecile jelas menolak pertalian ini, namun ia dihadapkan dengan dua pilihan sulit: setuju dipertalikan atau mati dibunuh secara sadis oleh para troll yang menganggap manusia hanya sederajat lebih tinggi daripada hewan.

Inilah topik utama yang dibahas di novel ini: pilihan. Selalu tersedia pilihan bagi Cecile, tetapi pilihan itu berujung sama: mati secara menyakitkan dan pelan-pelan atau sengsara seumur hidup. Segalanya terasa sama bagi Cecile. Hidupnya berubah menjadi derita, atau itulah yang ia pikir akan terjadi bila ia tidak segera bertindak memperjuangkan kebebasannya.

Meski sudah dipertalikan sekalipun, Cecile tidak pernah berhenti berusaha membebaskan dirinya dari kungkungan abadi kota Trollus. Ia mencoba mulai dari kabur pelan-pelan hingga menggunakan jalan sungai untuk melarikan diri, namun hasilnya selalu gagal. Bahkan ia diancam oleh raja untuk dikurung di dalam peti sempit di mana ia hanya bisa berdiri di dalamnya kalau ia tidak juga akrab dengan Tristan, suami barunya.

Namun tidak melulu nasib buruk menima Cecile. Di kota Trollus ia mendapat orang-orang yang bisa ia panggil teman, mulai dari Marc, Zoe dan Elise, sampai Tips sang penambang. Lebih dari teman, Cecile merasa mereka adalah teman seperjuangan, teman senasib. Itu sebabnya Cecile kini tak lagi hanya memperjuangkan kebebasannya, tapi juga kebebasan teman-temannya serta para budak yang sudah menderita selama berabad-abad di bawah kaki para troll bangsawan.

Keputusan tersebutlah yang membawa masalah baru bagi Cecile. Ia yang tidak tahu apa-apa soal politik Troll harus dihadapkan pada politik kejam, manipulatif dan hanya mementingkan kepentingan pribadi saja.

Kepolosan Cecile diceritakan tanpa berbelit-belit. Lugas dan tegas, itulah kesan yang akan kita dapatkan di sepuluh halaman pertama novel ini. Kita akan melihat betapa tidak berdayanya manusia di hadapan kekuatan Troll. Tidak ada adegan kebetulan atau kejaiban di sini. Semua terjadi dengan ada sebabnya. Cecile belajar semua dari awal dan mengatasi segala kesulitan dengan segala kemampuannya yang terbatas. Ia harus merayap-rayap di dinding gua untuk menghindari kejaran Sluag, menolong seseorang yang terkena racun dengan cara manual, dan bahkan harus belajar sihir manusia dari dasar, tidak langsung menjadi kuat. Tidak ada gaya bahasa cengeng di sini—bukan berarti tidak ada adegan menangisnya, justru banyak lho adegan Cecile menangis atau hampir menangis, maksudnya gaya bahasa cengeng, kalian tahulah—Namun hal itu tidak membuat novel ini kaku seperti makalah. Pengarang membuat kelugasan di dalam novel ini mengalir lembut dengan gaya bahasanya yang puitis.

Semua hal di dalam novel ini: latar, sifat tokoh, dan suasana dibawakan dengan teknik show dan bukannya tell. Semua dibawakan dengan gaya bahasa orisinil yang membuat setiap detilnya mengaduk emosi pembaca. Kita akan dibawa kesal, marah, sedih, iba, terharu, dan senang di setiap lembar.

Dari segi cover, saya pribadi lebih jatuh cinta dengan desain cover dalam negeri. Bebeda dari cover aslinya yang memperlihatkan Cecile (saya yakin itu Cecile) memegang setangkai mawar merah muda yang terbuat dari kaca dalam balutan gaun hijau zamrud, cover dalam negeri lebih menekankan pemandangan kota Trollus. Di sana kita bisa melihat gelapnya kota Trollus di bawah reruntuhan Gunung Terlupakan, dinaungi oleh pohon sihir dan dibalut oleh cahaya-cahaya Troll yang merupakan penerangan utama di gua gelap dan lembap itu. Di setiap bab akan ada pula gambar tentang kota Trollus. Tidak seperti cover depan yang menyorot kota dari atas, gambar di setiap bab menyorot kota Trollus dari balik sisi sungai, seolah siapapun yang melukis gambar itu telah melihat kota itu secara sembunyi-sembunyi dari balik sebuah batu di seberang sungai.

Sayangnya kualitas terjemahan masih kurang, di mana ada beberapa kata-kata rumit yang sulit dimengerti orang awam dan tak adanya catatan kaki untuk menjelaskan istilah-istilah kurang umum di telinga membuat kita harus membuka kamus dulu untuk mencari arti dari istilah itu.

Namun semua itu tidak mengurangi kualitas buku ini. Saya setuju sekali dengan nilai 4,5 yang diraih novel ini di Goodreads. Benar-benar nilai yang pantas. Endingnya pun pas untuk suasana novel ini yang memang selalu diliputi kesuraman. Tak sabar rasanya menunggu sekuelnya: The Hidden Huntress yang akan terbit sekitar Maret tahun depan. Semoga buku keduanya terbit cepat di Indonesia J