Spora: Teror Monster di Sekolah

cover spora

Judul buku      : Spora

Pengarang       : Alkadri

Penerbit           : Moka Media

Tahun Terbit    : 2014

Tebal Buku      : 235 halaman

 

Tim KIR salah satu SMA di Bogor baru saja pulang dari study wisata ke Brazil, mengikuti konferensi KIR internasional di sana. Setibanya di Indonesia, mereka disambut hujan lebat. Empat anggota KIR yang ngekos terpaksa tinggal dan menginap di sekolah karena mereka tak punya sanak keluarga yang menjemput seperti anak-anak lainnya. Mereka berempat tidur di ruang KIR. Salah satu anak tersebut, Sasa, tanpa sengaja menemukan beberapa stoples dalam balutan kantung basah. Karena penasaran, ia pun membukanya. Dan itulah awal cerita ini dimulai.

Muhammad Alifudin jika dilihat dari mata siapapun adalah anak yang di bawah standar tokoh-tokoh tampan di novel maupun dunia nyata. Dia bukan anak penuh kekepoan seperti kebanyakan tokoh novel. Dia hanya selalu dirundung masalah sepanjang hidupnya, seperti saat dia pagi-pagi buta sudah menemukan mayat dengan kepala pecah berkeping-keping di lapangan sekolah.

Kejadian ini tentu saja membuat heboh, terutama setelah diketahui bahwa mayat itu adalah satpam sekolah Alif. Ia pun ditanya-tanyai oleh polisi perihal mayat itu karena dialah yang pertama menemukannya. Dan karena sempat terkejut—walau hal ini tak disadari oleh Alif sendiri—ia tidak langsung melapor pada polisi. Ini membuat kecurigaan pihak berwajib jatuh padanya. Bahkan salah satu gurunya merekomendasikannya untuk pergi ke psikiater, siapa tahu jiwanya terguncang, yang jelas ditolak mentah-mentah oleh Alif.

Masalah tak berhenti sampai di situ, tak berapa lama ada dua mayat lagi ditemukan. Lagi-lagi Alif menemukan dua mayat itu pertama kali. Dan kali ini ia tidak bisa lari. Polisi yang tak punya bukti, akhirnya membebaskan Alif setelah diinterogasi beberapa saat di kantor polisi.

Beberapa hari kemudian terdengar kabar bahwa tiga korban tersebut meninggal akibat tembakan senapan angin. Dan pelakunya adalah kadet kepolisian yang saat itu tengah menghilang secara misterius. Namun Alif ragu. Ia yakin ada sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih besar mengancam orang-orang di sekitarnya. Dan sesuatu itu menarik paksa Alif untuk melihat kembali masa lalunya yang kelam.

Di Indonesia, genre horor identik dengan makhluk metafisika, berwujud seram, dan tak bisa dimusnahkan dengan cara apapun atau orang psyco yang hobinya membunuh orang seenak jidat dengan cara-cara sadis bin repot bingits. Namun Kak Alkadri datang dengan hawa segar baru. Sci-fi thriller adalah salah satu dari sekian banyak genre yang jarang dilirik oleh novelis Indonesia sekarang. Menghadirkan wujud monster yang berbeda dan tak punya hati, Kak Alkadri sukses membuat jantung saya mencelus di novel ini.

Namun kurangnya deskripsi yang kuat, yang mampu membuat kita memperlambat laju membaca kita dan menikmati setting yang menggugah daya khayal, membuat novel ini cepat sekali berlalu. Kesan horor cukup kental di novel ini, cukup baik untuk diberi bintang tiga oleh good reads (dari segi horor saja) dan kesan horor tersebut dilengkapi oleh ilustrasi yang jujur, membacanya di tengah hujan membuat bulu kuduk saya agak berdiri. Suasana suram cukup terbangun di novel ini mengingat banyak darah yang tumpah di sini. Tapi sekali lagi, deskripsi kurang kuat menjadikan alur horor di novel ini terlalu ringan dan hanya membuat saya deg-degan selama sesaat saja.

Muhammad Alifuddin, salah satu tokoh yang jarang saya jumpai di novel-novel zaman sekarang. Dia sangat blak-blakan, tanpa empati, penuh kekurangan, alih-alih kelebihan, dan sungguh manusiawi dalam banyak arti (mau tahu lengkapnya? Baca novelnya saja!) Dua jempol untuk Kak Alkadri karena bisa menciptakan tokoh yang begini manusiawinya. Penokohan seperti ini yang patut dicontoh oleh novel-novel Indonesia, manusiawi, itu yang paling penting. Karena di kenyataan, orang yang paling berani pun akan tak berkutik setidaknya satu kali ketika menghadapi ketakutan terbesarnya.

Singkat kata, novel ini saya beri bintang… tiga. Hanya tiga. Tak lebih. Nilai plus untuk suasana suram dan horor yang sukses dibawakan. Nilai minus untuk deskripsi yang terlalu singkat. Tapi secara singkat, novel ini patut dikoleksi. Dan saya katakan di sini: “Saya tidak menyesal membeli novel ini di toko buku hingga harus berjingjit untuk meraihnya di rak tertinggi.”

 

 

 

 

 

 

Jurnal Reader #8

cover spora

 

WARNING: TULISAN INI ADA KEMUNGKINAN MENGANDUNG SPOILER. BAGI YANG TIDAK INGIN MEMBACANYA, SILAKAN SEGERA KELUAR DARI HALAMAN INI

 

Spora. Dari judul dan covernya saja kita sudah bisa menebak seperti apa isinya. Yap. Tentang spora jamur yang putih-putih lembut dan selalu banyak tiap muncul hujan itu. Memang tak terlihat, tapi bagi yang geli jamur, pasti langsung bergidik mendengar kata spora. Rasanya langsung gatal-gatal kalau dengar kata jamur.

Dan berhubung sekarang ini (bulan Januari) musim hujan sedang lebat-lebatnya, pas sekali baca novel horor ini. Terasa seramnya.

Dari covernya saja kita sudah bisa menebak. Toh di novelnya juga tertera genre novel ini adalah horor. Dari cover saja mata kita para pecinta horor ini sudah dimanjakan dengan cover bernuansa hitam di atas putih. Tulisan judul yang terbuat dari bintik-bintik hitam menambah kesan horor. Sosok monster yang dalam tahap tansisi yang kelihatan speerti menjerit juga jadi nilai tambah cover ini.

Soal isinya tak pelru diragukan. Saya tak menyesal membeli novel ini. A worth to read! Dua jempol untuk Kak Alkadri! Jantungku berdebar membaca konflik yang kian meningkat. Tapi kok rasanya tak terlalu banyak konflik di awal cerita ya? Memang menegangkan penuh misteri, tapi rasa mendebarkannya itu baru terasa di akhir.

Tapi ending yang pas membuatku tak kecewa sampai berjingjit di toko buku untuk meraih buku ini dari rak tertinggi.

Secara pribadi, aku suka karakter Alif. Dia karakter utama yang gelap, serba tak bisa apa-apa selain bermodalkan keberanian. Dia benar-benar manusiawi. Jauh dari kesempurnaan. Caranya menyampaikan perasaan sama sekali tak bertele-tele. Tak cengeng. Aku suka karakter seperti ini.

Suasana gelap pun mampu dibangun dengan apik oleh Kak Alkadri. Secara singkat, novel ini benar-benar worth to read. Bila di good reads memberi bintang tiga, kali ini saya sependapat. Nilai plus minus lebih jauh akan dibahas di review selengkapnya yang menyusul nanti.