Review Bride of The Sun

Cover Bride of The Sun
Cover Bride of The Sun

Judul: Bride of The Sun

Pengarang: Marsella Azuela

Jumlah bab: 25 Bagian termasuk Prolog dan Epilog

Link: https://www.wattpad.com/story/49283743-bride-of-the-sun-open-po

 

Sinopsis

Sudah lama, Mars menerapkan sistem Monarki yang unik. Satu orang rajadan dua orang ratu sebagai pemimpin pemerintahan. Satu dari Sembilan Kerajaan Mars meminta Bumi mengirimkan satu di antara milyaran gadis yang cocok untuk dijadikan Ratu. Demi perdamaian di antara kedua planet. Diutuslah Acelynn, seorang gadis dari bumi.

Tap, Putra Mahkota tidak menyukainya. Lyon, mencintai Serissa, calon istrinya yang lain, bahkan dia nekat tidak ingin menyentuh Acelynn bahkan menyebut namanya. Karena sifat manja Putra Mahkota, Acelynn jatuh sakit. Akibat hal sepele seperti ini, hubungan kedua planet bisa rusak. Akhirnya diutus kembaran Acelynn, Aerilyn, untuk menggantikan Acelynn. Seorang militer terisolasi dari dunia luar. Mengubah kerajaan dan Putra Mahkota sendiri.

Namun perubahan itu tidak disukai oleh banyak orang. Membahayakan Aerilyn dan Sang Putra Mahkota, Lyon.

***

Buku ini merupakan prototype alias uji coba dari versi cetak Bride of The Sun yang bakal hadir menemani kita bulan Januari 2016 ini. Buku yang diterbitkan lewat jalur indie ini sudah menembus 26 ribu pembaca dan lebih dari 2000 dukungan suara.

Dilihat dari sinopsis cerita, sudah ada premis yang bagus. Meski sudah banyak tema film, buku, maupun komik yang mengangkat tema soal Mars dan soal hubungan Mars dengan Bumi,tema ini tidak pernah basi unuk diangkat. Mungkin penelitian tentang Mars yang terus berkembang dari hari ke hari menjadi salah satu pemicunya, karena belakangan juga ditemukan jejak-jejak air dan sungai di Mars setelah ditemukan kutub yang diselimuti es di sana sehingga kemungkinan bahwa planet itu bisa dihuni semakin tinggi.

Novel ini menitikberatkan hubungan politik antara Bumi dan Mars, satu lagi sub tema yang tidak pernah basi untuk diangkat dan akan jadi sangat bagus bila diolah dengan tepat. Namun saya agak kurang setuju dengan pemilihan genre utama novel ini yaitu Science Fiction. Setelah saya baca, cerita ini lebih kuat sisi fantasy-romance nya daripada sisi science fictionnya. Tidak ada penjelasan mendetail mengenai bentuk manusia Mars, dari mana asal mereka, apa mereka juga berasal dari bumi, bagaimana kebudayaan awal mereka, apa mereka sudah menetap di sana sejak awal atau belum. Kemudian timbul lagi pertanyaan lebih jauh di benak saya mengenai bagaimana kebudayaan mereka? Apa lebih maju dari Bumi? Di dalam buku ini juga dijelaskan mengena robot, namun tidak dijelaskan secara detail bagaimana rupa robot itu dan detail-detail teknologi lainnya yang menjadikan buku ini kurang cocok di genre scince fiction. Tapi yah, buku ini hanya prototype dan sang pengarang telah menjanjikan detail yang lebih mendalam di novel versi cetak termasuk beberapa event penting nan krusial yang menjadi kunci penting di novel namun tidak dijelaskan lebih lanjut 5W+1H-nya.

Belum lagi bonus poster nan menggiurkan dan ilustrasi pangeran Lyon yang bikin ngiler itu. Ah sudahlah. Pergi sana fantasi berlebihan!

Tapi Hei, ketidak cocokkan genre tidak membuat suatu karya cacat. Hanya karena sebatang emas ada di tumpukan kuningan, tidak membuat emas itu lenyap kan?

Oke, karena saya hanya membagikan spoiler di jurnal reader, saya tidak akan membagikan spoiler di sini dan akan membiarkan kalian menikmati saja ceritanya langsung atau sekalian beli versi cetaknya, mumpung masih PO.

Baiklah, lepas dari ketidak cocokkan genre, isi cerita ini lumayan menarik, terutama bagi saya yang memang penggemar romance yang tidak biasa, dan mungkin karena terpengaruh Stolen Songbird, saya tertarik sekali dengan kisah cinta yang melibatkan intrik politik. Sub tema romance politik memang mengharuskan penulis melakukan riset lebih dalam dan bumbu politik akan membuat cinta berada di posisi serba salah, dikelilingi banyak pihak yang mempersalahkan keputusan tokoh dan ada lebih banyak pihak munafik yang bergerak mengakali semuanya dari balik layar dengan tujuan pribadi namun berkedok demi kebaikan rakyat. Semua bumbu itu, walaupun tidak sempurna dan butuh pengolahan lebih—saya harap pengolahan lebih ini ada di versi cetaknya—sudah sangat bagus dibawakan. Lyon dihadapkan pada pilihan sangat sulit, Aerilyn, yang telah bertukar tempat dengan saudaranya Acelynn dan mulai menjalankan tugas sebagai ratu, dihadapkan pada dua kubu besar di parlemen, sementara dia bukan putri yang mendapat dukungan di mana-mana. Nama Acelynn yang ia perankan mendapat cap buruk dari masyarakat dan kalangan kerajaan termasuk Lyon sendiri. Keputusan Aerilynn untuk berubah dihadapkan pada dua kubu, pro dan kontra. Sebagai orang yang besar di militer dan dilahirkan sebagai mesin pembunuh alih-alih mastermind dalam papan catur bernama birokrasi, Aerilynn harus memulai semua dari nol, yaitu dari memperoleh kepercayaan.

Bagi kalian yang berharap ada insta love di sini, siap-siap kecewa. Namun bagi kalian yang suka romance biasa tanpa menye-menye, silakan toast! Ini cerita di mana cinta bukan pusat segalanya, melainkan cerita di mana cinta bisa menumbangkan semua usaha dalam sekali tebas. Cinta butuh proses, dan itu tidaklah mudah; Cinta itu indah tapi bisa jadi bencana, begitulah yang diajarkan buku ini. Cukup realistis, tapi tidak sebegitu pahitnya hingga mendekati kenyataan. So, bagi kalian yang ingin melarikan diri dari kenyataan karena udah tahun baru masih jomblo juga #eeeh ini bukan cerita yang mengecewakan.

Dari segi tata bahasa, masih terdapat banyak lubang di sana-sini. Seringkali Aerilynn berganti-ganti cara bicara, dari pakai “Tidak” jadi “Gak”. Itu agak mengganggu karena membuat saya bertanya, “Ini mau pakai bahasa gaul apa nggak?” Untuk kesalahn tanda baca yang saya amat sangat sering saya temui di wattpad, untungnya tidak saya temui di cerita ini. Semua tanda baca well arranged, walaupun masih ada kesalahan penempatan koma dan kata depan. Well, itu kesalahan wajar yang masih sering dilakukan para penulis ulung kok, jadi saya tidak akan banyak cincong masalah itu.

Sementara untuk pembawaan POV, saya senang tidak ada tulisan Someone’s POV di atas cerita, cukup langsung dibawakan saja dengan jelas dan itu membuat saya lega luar biasa. S-E-R-I-U-S. Saya lega luar biasa. Namun untuk pemisah narator cerita, misalnya narator cerita bab 1 adalah Aerilynn dan Lyon, maka pisahkanlah bagian mereka, jangan digabung jadi satu karena bagaimana Lyon dengan Aerilynn melihat suatu kejadian akan berbeda. Oh dan saya lega sekali akhirnya menemukan cerita dengn sudut pandang orang ketiga begini setelah sudut pandang orang pertama jadi mewabah di berbagai genre novel. Ini angin lama yang saya rindukan.

Untuk karakter dan ending, kalian tidak akan kecewa. Premis yang diberikan di versi digital ini sudah cukup menghibur dan membuat saya tidak tahan untuk membalik setiap bab. Memang karakter Aerilynn dan Acelynn sudah pasaran di jagaet pernovelan, tapi karakter mereka adalah yang paling laku dan selalu menarik untuk dibawakan pada suatu cerita so kalian tidak akan kecewa deh. Tapi memang untuk perwatakan karakter minor harus diperbaiki berkaitan dengan alur cerita yang masih belum jelas karena sekali lagi, ini hanya prototype. Timeline cerita juga masih kabur karena belum disempurnakan, well kita tunggu saja versi cetaknya yang sepertinya menjanjikan.

Endingnya, jangan harap kalian akan dapat ending bahagia ever after karena ini baru buku pertama dari Trilogi buku Moon for The Sun. Endingnya bukan ending meny-menye, endingnya tough dan saya suka ending ini, mengesankan bahwa hidup ini tidak hanya diisi dengan kebahagiaan.

Jadi singkatnya, buku ini cocok bagi kalian yang menyukai fantasy-romance dengan latar berbeda tapi tidak jauh-jauh dari dunia nyata, kalian yang menyukai cerita sejenis Aldnoah.Zero, ini buku yang a must read. Hati-hati buku ini akan membuatmu lupa waktu.

 

 

 

 

 

 

 

 

Review The Darkest Mind

Cover the darkest mind versi Fantasious
Cover the darkest mind versi Fantasious

Judul                           : The Darkest Mind

Pengarang                   : Alexandra Bracken

Penerbit                       : Fantasious

Tahun Terbit                : 2014

Tebal Halaman            : 592 halaman

 

Di seluruh dunia, berjangkit wabah penyakit IAAN yang membunuh 98% anak-anak di Amerika. Penyakit ini menyerang sistem syaraf pusat dan belum diketahui penyebab maupun penawarnya. Penderitanya, semuanya adalah anak-anak di atas usia sepuluh tahun. Dari penyakit yang mendunia ini, kemudian muncul satu masalah baru yang tak kalah pelik. Anak-anak yang bertahan dari penyakit ini dan mampu melewati ulang tahun kesepuluh mereka dengan aman menjadi sebuah ancaman baru karena mereka memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusia biasa.

Itulah sepenggal kisah dari novel dystopia-scifi karya Alexandra Bracken yang berjudul The Darkest Mind. Novel ini berpusat pada kisah Ruby Daly, anak perempuan yang dikurung di garasi di hari ulang tahunny yang kesepuluh lalu tanpa tahu apa-apa, dikirim ke sebuah penampungan khusus anak-anak Psi (sebutan bagi anak-anak yang selamat dari penyakit IAAN) Dengan sekuat tenaga, Ruby berusaha menemukan tempatnya di dunia, mencari orang yang benar-benar menginginkannya sambil melarikan diri dari orang-orang yang ingin menjadikannya senjata atau bahkan yang ingin membunuhnya.

Dilihat dari tebal buku yang lebih dari lima ratus halaman, kita mengharapkan sebuah penggambaran detail dari tokoh dan setting. Ya, itu akan kita dapatkan di buku ini. Namun jangan harap buku ini memberikan cara pendeskripsian yang langsung mengalir. Kita harus mencerna lebih dalam cerita buku ini, tidak hanya dari segi pembawaan bahasa yang kurang mudah dipahami, tapi juga alur penceritaan yang terlalu sering menggunakan metode flashack. Yang mengganggu adalah, kilas balik Ruby yang baru diceritakan di bab sepuluh. Untuk tebal buku sebanyak lima ratus halaman lebih, penempatan kilas balik di pertengahan novel menurut sebagian orang adalah pas karena dalam setiap novel dystopia, yang harus ditonjolkan pertama kali adalah setting, baru penokohan. Saya setuju itu, dan saya pikir penempatan flashback ini masihlah dalam batas wajar dan pas karena sampai bab sepuluh kita sudah diberikan gambaran jelas mengenai bagaimana mencekamnya suasana Amerika yang ketertiban dan keamanannya kacau balau (Kalau membaca deskripsi yang disajikan soal Amerika di buku ini, entah mengapa saya terbayang kerusuhan tahun 1998) dan anak-anak menjadi momok bagi siapapun. Amerika dan seluruh dunia berubah menjadi dunia tanpa anak-anak.

Buku ini mengandung semua unsur dystopia yang jadi standar atau yang dibutuhkan semua novel dstopia manapun, mulai dari masalah yang mendunia, jumlah penduduk yang entah menurun drastis atau meningkat drastis, dan pemerintahan yang hanya membawa negara pada kehancuran. Secara pribadi, saya cukup bosan dengan genre dystopia yang menjamur sekali belakangan ini berkat meledaknya novel The Hunger Games Trilogy di pasaran. Novel ini juga mengandung hal-hal yang ada di novel Hunger Games dan novel-novel dystopia lainnya mulai dari adanya pasangan yang menentang sistem pemerintahan dan tokoh utama wanita yang punya kekuatan paling tidak biasa. Tanpa bermaksud menyama-nyamai, saya hanya merasa novel ini punya keunggulan di premis, tapi tidak punya keunggulan dari segi pembawaa cerita. Kalau boleh saya bilang kasar, The Darkest Mind adalah The Hunger games dengan humor dan penyakit berbahaya.

Saya sebenarnya penggemar dystopia, tapi melihat tidak adanya novel dystopia yang berbeda dari yang lain, saya agak bosan juga dengan novel-novel dystopia yang sepertinya hanya tiruan dari The Hunger Games.

Untungnya novel ini tidak dibawakan dengan istilah-istilah science fiction yang rumit dan butuh ekstra catatan kaki di bawahnya. Memang di kisah itu Ruby diceritakan tidak terlalu pandai, dan sungguh setiap deskripsi dari Ruby tidak ada yang melenceng. Dua jempol untuk Mbak Alexandra yang bisa membuat karakter Ruby senatural ini. Meski banyak kilas balik yang kadang agak mengganggu, tapi pembawaan kilas balik itu cukup nyaman dibaca, dan bahkan di beberapa kilas balik, saya sempat terenyuh dengan kisah Ruby dkk.

Nah apa yang bisa kita simpulkan dari review saya yag tumben-tumbennya pedas ini?

Buku ini bagus untuk menambah koleksi novel dystopia kalian wahai penggemar masa depan tak sesuai mimpi indah. Tapi kalau kalian mencari yang beda-beda di novel ini, jangan terlalu banyak berharap. Yang menarik dan bikin beda dari novel ini hanyalah penyakit IAAN dan segala seluk beluknya itu. Kalau kalian bukan penggemar dystopia atau mau menjadi pembaca dystopia, buku ini lumayan untuk menjadi teman dystopia pertama kalian semua.

 

 

 

 

Review The Real Past

novel the real past

Judul Buku: The Real Past

Pengarang: Ayu Dewi

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2014

Tebal buku: 248 halaman

Distorsi ruang dan waktu. Dara tidak pernah percaya pada mitologi sains semacam itu. Mana ada orang yang bisa berpindah tempat atau waktu dalam sekejap mata? Tak peduli seberapa seru Anin, sahabatnya, bercerita soal pengalaman salah satu teman mayanya yang pernah mengalami distorsi tersebut, Dara tak tertarik. Hingga dirinya mengalami hal itu sendiri.

Yep, Dara mengalami distorsi ruang dan waktu ke masa Majapahit, tepatnya di masa raja terakhir Majapahit, Raja Girindrawardhana, memerintah. Tepatnya di tahun 1498. Dara, berdua dengan temannya, Bagus, terdampar di Wilwatikta, ibukota Kerajaan Majapahit.

Hampir saja mereka ditangkap pasukan kerajaan karena dikira penyusup atau mata-mata musuh. Terutama karena pakaian mereka yang aneh dan tak sesuai di zaman itu. Namun setelah menjelaskan kepada semua orang secara baik-baik (dan berhenti menganggap ibukota kerajaan sebagai tempat syuting) mereka dipersilakan menginap di rumah salah seorang prajurit. Prajurit itu seorang laki-laki bernama Mada yang usianya tak terpaut jauh dari Dara. Mada tinggal bersama adik perempuannya, Dewi, yang menjadi prajurit Aruna, atau prajurit perempuan di Majapahit.

Tentu saja distorsi ini tidak hanya sekadar tamasya ke Majapahit. Dara dan Bagus juga tak sengaja terjebak di dalam konflik yang mengakibatkan perang saudara yang nantinya menjadi salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Mampukah Dara dan Bagus kembali ke masa mereka sendiri? Jawabannya tentu saja hanya bisa ditemukan di dalam buku ini!

***

Jarang-jarang saya menemukan buku teenlit bertema fiksi sejarah seperti ini. Saya langsung tertarik dan mencoba membacanya. Idenya memang pasaran sekali. Sudah banyak yang memakai ide serupa baik di film maupun di buku. Tapi, hei, kalau GPU sampai mau menerbitkannya pasti buku ini punya ‘sesuatu’ yang spesial di dalamnya kan?

Saya suka idenya yang sederhana tapi menarik. Tapi jujur saya agak kecewa karena Mada yang dimaksud di sini bukanlah Gajah Mada. Hah… sepertinya saya yang terlalu berharap (-.-;) Kalau dipikir… akan riskan sekali kalau menjadikan Gajah Mada yang legendaris sebagai tokoh utama sebuah novel remaja. Sejarah tentang beliau nyaris tak bisa diutak-atik.

Mbak Ayu Dewi sudah menerapkan salah satu saran pengarang cerita sejarah yang saya kagumi, yaitu Mas Deddy Arsya. Saya ingat salah satu pesan beliau bahwa kalau mengarang cerita sejarah itu sebaiknya pilih bagian sejarah yang ‘fleksibel’ maksudnya utak-atiklah bagian sejarah yang samar, yang tidak pernah disebut dalam buku-buku sejarah. Kalau kita mengutak-atik bagian sejarah yang sudah konkrit, semisalkan sejarah tentang Gajah Mada, bisa dipastikan karya kita sangat riskan, karena semua orang sudah mengenal siapa itu Maha Patih Gajah Mada, kalau ada mengutak sedikit saja sejarah tentang beliau, sudah pasti bukan hanya orang se-Indonesia yang ngambek, saya pun ikut ngambek hehehe

Contoh sejarah yang fleksibel sendiri seperti sejarah mengenai prajurit Majapahit, seperti yang berusaha diceritakan oleh Mbak Ayu Dewi. Kisah sejarah tentang salah satu prajurit pada masa raja Girindrawardhana tentu saja belum ada yang membahasnya, dan belum tertera di buku mana pun juga. Jadi boleh diutak-atik oleh pengarang.

Yep, back to the topic. Mbak Dewi Ayu lumayan lengkap menghadirkan sisi kerajaan Majapahit tanpa menggurui seperti buku sejarah, lengkap dengan candi, lambang kerajaan, ibukota, perdagangan, dan mata uang yang dipakai pada masa itu. Mbak Ayu Dewi patut diacungi jempol untuk risetnya. Walaupun ada beberapa bagian dialog yang kesannya terlalu dipaksakan. Tapi tak apa, semua itu proses belajar.

Tetapi satu kekurangan kecil yang cukup… kalau menurut saya fatal, adalah nama ayah Mada. Di halaman 176, nama ayah Mada adalah Respati Kertanegara. Sedangkan di halaman 196 nama beliau adalah Respati Jayanegara. Yang benar yang mana ya, Mbak?

Tapi totally, saya memberikan tiga bintang untuk buku ini. Saya harap akan ada novel-novel teenlit seperti ini di masa mendatang. Yah… saya harap juga yang agak berkurang romansanya dan lebih banyak mengangkat sisi sejarah. Tapi ini bagus untuk permulaan. Good job, Mbak Ayu Dewi!

***

For Your Information saja, raja Girindrawardhana adalah raja terakhir di Majapahit sebelum kerajaan besar itu jatuh ke tangan kerajaan Islam. Perang saudara dan meluasnya kekuasaan Islam diperkirakan merupakan penyebab kehancuran kerajaan yang mengalami masa kejayaan saat pemerintahan Hayam Wuruk ini.

Raja Girindrawardhana sendiri bernama asli Dyah Ranawijaya. Beliau memerintah dari tahun 1479-1519 M. Merupakan anak dari Dyah Suraprabhawa. Mbak Ayu Dewo sudah bagus sekali menaruh beliau di dalam cerita. Dan semua info tentang Majapahitnya benar-benar luar biasa.

 

Nama: Diah Sulistiyanti

NPM: 42214964

Spora: Teror Monster di Sekolah

cover spora

Judul buku      : Spora

Pengarang       : Alkadri

Penerbit           : Moka Media

Tahun Terbit    : 2014

Tebal Buku      : 235 halaman

 

Tim KIR salah satu SMA di Bogor baru saja pulang dari study wisata ke Brazil, mengikuti konferensi KIR internasional di sana. Setibanya di Indonesia, mereka disambut hujan lebat. Empat anggota KIR yang ngekos terpaksa tinggal dan menginap di sekolah karena mereka tak punya sanak keluarga yang menjemput seperti anak-anak lainnya. Mereka berempat tidur di ruang KIR. Salah satu anak tersebut, Sasa, tanpa sengaja menemukan beberapa stoples dalam balutan kantung basah. Karena penasaran, ia pun membukanya. Dan itulah awal cerita ini dimulai.

Muhammad Alifudin jika dilihat dari mata siapapun adalah anak yang di bawah standar tokoh-tokoh tampan di novel maupun dunia nyata. Dia bukan anak penuh kekepoan seperti kebanyakan tokoh novel. Dia hanya selalu dirundung masalah sepanjang hidupnya, seperti saat dia pagi-pagi buta sudah menemukan mayat dengan kepala pecah berkeping-keping di lapangan sekolah.

Kejadian ini tentu saja membuat heboh, terutama setelah diketahui bahwa mayat itu adalah satpam sekolah Alif. Ia pun ditanya-tanyai oleh polisi perihal mayat itu karena dialah yang pertama menemukannya. Dan karena sempat terkejut—walau hal ini tak disadari oleh Alif sendiri—ia tidak langsung melapor pada polisi. Ini membuat kecurigaan pihak berwajib jatuh padanya. Bahkan salah satu gurunya merekomendasikannya untuk pergi ke psikiater, siapa tahu jiwanya terguncang, yang jelas ditolak mentah-mentah oleh Alif.

Masalah tak berhenti sampai di situ, tak berapa lama ada dua mayat lagi ditemukan. Lagi-lagi Alif menemukan dua mayat itu pertama kali. Dan kali ini ia tidak bisa lari. Polisi yang tak punya bukti, akhirnya membebaskan Alif setelah diinterogasi beberapa saat di kantor polisi.

Beberapa hari kemudian terdengar kabar bahwa tiga korban tersebut meninggal akibat tembakan senapan angin. Dan pelakunya adalah kadet kepolisian yang saat itu tengah menghilang secara misterius. Namun Alif ragu. Ia yakin ada sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih besar mengancam orang-orang di sekitarnya. Dan sesuatu itu menarik paksa Alif untuk melihat kembali masa lalunya yang kelam.

Di Indonesia, genre horor identik dengan makhluk metafisika, berwujud seram, dan tak bisa dimusnahkan dengan cara apapun atau orang psyco yang hobinya membunuh orang seenak jidat dengan cara-cara sadis bin repot bingits. Namun Kak Alkadri datang dengan hawa segar baru. Sci-fi thriller adalah salah satu dari sekian banyak genre yang jarang dilirik oleh novelis Indonesia sekarang. Menghadirkan wujud monster yang berbeda dan tak punya hati, Kak Alkadri sukses membuat jantung saya mencelus di novel ini.

Namun kurangnya deskripsi yang kuat, yang mampu membuat kita memperlambat laju membaca kita dan menikmati setting yang menggugah daya khayal, membuat novel ini cepat sekali berlalu. Kesan horor cukup kental di novel ini, cukup baik untuk diberi bintang tiga oleh good reads (dari segi horor saja) dan kesan horor tersebut dilengkapi oleh ilustrasi yang jujur, membacanya di tengah hujan membuat bulu kuduk saya agak berdiri. Suasana suram cukup terbangun di novel ini mengingat banyak darah yang tumpah di sini. Tapi sekali lagi, deskripsi kurang kuat menjadikan alur horor di novel ini terlalu ringan dan hanya membuat saya deg-degan selama sesaat saja.

Muhammad Alifuddin, salah satu tokoh yang jarang saya jumpai di novel-novel zaman sekarang. Dia sangat blak-blakan, tanpa empati, penuh kekurangan, alih-alih kelebihan, dan sungguh manusiawi dalam banyak arti (mau tahu lengkapnya? Baca novelnya saja!) Dua jempol untuk Kak Alkadri karena bisa menciptakan tokoh yang begini manusiawinya. Penokohan seperti ini yang patut dicontoh oleh novel-novel Indonesia, manusiawi, itu yang paling penting. Karena di kenyataan, orang yang paling berani pun akan tak berkutik setidaknya satu kali ketika menghadapi ketakutan terbesarnya.

Singkat kata, novel ini saya beri bintang… tiga. Hanya tiga. Tak lebih. Nilai plus untuk suasana suram dan horor yang sukses dibawakan. Nilai minus untuk deskripsi yang terlalu singkat. Tapi secara singkat, novel ini patut dikoleksi. Dan saya katakan di sini: “Saya tidak menyesal membeli novel ini di toko buku hingga harus berjingjit untuk meraihnya di rak tertinggi.”

 

 

 

 

 

 

Stolen Songbird: Pilihan Tak Pernah Mudah

cover stolen songbird

Identitas Buku

Judul                           : Stolen Songbird

Pengarang                   : Danielle L. Jensen

Penerbit di Indonesia  : Fantasious

Tebal                           : 496 halaman + iv halaman

Desain Cover              : Yhogi Yordan

Penerjemah                  : Nadya Andwani

Penyunting                  : Mery Riansyah

Proofreading               : Lucy Riu

 

 

 

 

Mata biru dan rambut merah

Kunci dari gairah

Suara bak malaikat dan tekad kukuh

Dan penyihir gelap akan bersimpuh

Kematian mengikat dan ikatan mematahkan

Matahari dan rembulan bersatu demi keselamatan

Pangeran kegelapan, putri terang

Ikatan membawa ajal penyihir menjelang

Tarikan napas pertama mereka

Kala pertama penyihir terjerumus nestapa

Persatukan dua nama dalam syair

Dan kutukan pun berakhir

 

Dua belas larik ramalan kuno itu menjadi awal mula cerita dari Stolen Songbird, buku pertama dari malediction Trilogy karya Danielle L. Jensen. Dikisahkan lewat ramalan berbentuk puisi tersebut, bangsa Troll mencari-cari gadis yang dimaksud di dalam sana dan menemukan Cecile de Troyes, sang tokoh utama, yang dinilai memenuhi kriteria.

Dikarenakan kutukan yang tak bisa membuat mereka keluar dari kota mereka yang terkubur di bawah gunung, para troll menggunakan semacam agen manusia untuk menculik Cecile. Agen tersebut adalah Luc, bajingan yang cukup terkenal di Goshawk’s Hollow. Dengan cara paksa yang menyebabkan Cecile menderita luka di beberapa bagian tubuh, Luc membawa Cecile jauh ke dalam tanah. Di sanalah untuk pertama kalinya Cecile bertemu makhluk macam apa yang disebut Sluag itu.

Setelah perjalanan melelahkan yang menghancurkan gaun dan terpaksa membuatnya hanya memakai pakaian dalam saja, Cecile sampai di kota Trollus dan dipertemukan dengan keluarga Montigny, keluarga kerajaan di sana.

Tanpa panjang-panjang, keluarga kerajaan berniat mempertalikan Cecile dengan pangeran angkuh, bermulut pedas, dan keras kepala sekaligus pewaris takhta kerajaan, pangeran Tristan. Cecile jelas menolak pertalian ini, namun ia dihadapkan dengan dua pilihan sulit: setuju dipertalikan atau mati dibunuh secara sadis oleh para troll yang menganggap manusia hanya sederajat lebih tinggi daripada hewan.

Inilah topik utama yang dibahas di novel ini: pilihan. Selalu tersedia pilihan bagi Cecile, tetapi pilihan itu berujung sama: mati secara menyakitkan dan pelan-pelan atau sengsara seumur hidup. Segalanya terasa sama bagi Cecile. Hidupnya berubah menjadi derita, atau itulah yang ia pikir akan terjadi bila ia tidak segera bertindak memperjuangkan kebebasannya.

Meski sudah dipertalikan sekalipun, Cecile tidak pernah berhenti berusaha membebaskan dirinya dari kungkungan abadi kota Trollus. Ia mencoba mulai dari kabur pelan-pelan hingga menggunakan jalan sungai untuk melarikan diri, namun hasilnya selalu gagal. Bahkan ia diancam oleh raja untuk dikurung di dalam peti sempit di mana ia hanya bisa berdiri di dalamnya kalau ia tidak juga akrab dengan Tristan, suami barunya.

Namun tidak melulu nasib buruk menima Cecile. Di kota Trollus ia mendapat orang-orang yang bisa ia panggil teman, mulai dari Marc, Zoe dan Elise, sampai Tips sang penambang. Lebih dari teman, Cecile merasa mereka adalah teman seperjuangan, teman senasib. Itu sebabnya Cecile kini tak lagi hanya memperjuangkan kebebasannya, tapi juga kebebasan teman-temannya serta para budak yang sudah menderita selama berabad-abad di bawah kaki para troll bangsawan.

Keputusan tersebutlah yang membawa masalah baru bagi Cecile. Ia yang tidak tahu apa-apa soal politik Troll harus dihadapkan pada politik kejam, manipulatif dan hanya mementingkan kepentingan pribadi saja.

Kepolosan Cecile diceritakan tanpa berbelit-belit. Lugas dan tegas, itulah kesan yang akan kita dapatkan di sepuluh halaman pertama novel ini. Kita akan melihat betapa tidak berdayanya manusia di hadapan kekuatan Troll. Tidak ada adegan kebetulan atau kejaiban di sini. Semua terjadi dengan ada sebabnya. Cecile belajar semua dari awal dan mengatasi segala kesulitan dengan segala kemampuannya yang terbatas. Ia harus merayap-rayap di dinding gua untuk menghindari kejaran Sluag, menolong seseorang yang terkena racun dengan cara manual, dan bahkan harus belajar sihir manusia dari dasar, tidak langsung menjadi kuat. Tidak ada gaya bahasa cengeng di sini—bukan berarti tidak ada adegan menangisnya, justru banyak lho adegan Cecile menangis atau hampir menangis, maksudnya gaya bahasa cengeng, kalian tahulah—Namun hal itu tidak membuat novel ini kaku seperti makalah. Pengarang membuat kelugasan di dalam novel ini mengalir lembut dengan gaya bahasanya yang puitis.

Semua hal di dalam novel ini: latar, sifat tokoh, dan suasana dibawakan dengan teknik show dan bukannya tell. Semua dibawakan dengan gaya bahasa orisinil yang membuat setiap detilnya mengaduk emosi pembaca. Kita akan dibawa kesal, marah, sedih, iba, terharu, dan senang di setiap lembar.

Dari segi cover, saya pribadi lebih jatuh cinta dengan desain cover dalam negeri. Bebeda dari cover aslinya yang memperlihatkan Cecile (saya yakin itu Cecile) memegang setangkai mawar merah muda yang terbuat dari kaca dalam balutan gaun hijau zamrud, cover dalam negeri lebih menekankan pemandangan kota Trollus. Di sana kita bisa melihat gelapnya kota Trollus di bawah reruntuhan Gunung Terlupakan, dinaungi oleh pohon sihir dan dibalut oleh cahaya-cahaya Troll yang merupakan penerangan utama di gua gelap dan lembap itu. Di setiap bab akan ada pula gambar tentang kota Trollus. Tidak seperti cover depan yang menyorot kota dari atas, gambar di setiap bab menyorot kota Trollus dari balik sisi sungai, seolah siapapun yang melukis gambar itu telah melihat kota itu secara sembunyi-sembunyi dari balik sebuah batu di seberang sungai.

Sayangnya kualitas terjemahan masih kurang, di mana ada beberapa kata-kata rumit yang sulit dimengerti orang awam dan tak adanya catatan kaki untuk menjelaskan istilah-istilah kurang umum di telinga membuat kita harus membuka kamus dulu untuk mencari arti dari istilah itu.

Namun semua itu tidak mengurangi kualitas buku ini. Saya setuju sekali dengan nilai 4,5 yang diraih novel ini di Goodreads. Benar-benar nilai yang pantas. Endingnya pun pas untuk suasana novel ini yang memang selalu diliputi kesuraman. Tak sabar rasanya menunggu sekuelnya: The Hidden Huntress yang akan terbit sekitar Maret tahun depan. Semoga buku keduanya terbit cepat di Indonesia J

 

Review Omen #3: MIsteri Organisasi Rahasia The Judges

omen #3

Judul: Omen#3: Misteri Organisasi Rahasia The Judges

Pengarang: Lexie Xu

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2013

Tebal Halaman: 306 halaman

 

Omen kembali! Kini dengan tiga sudut pandang berbeda dalam satu novel! Melibatkan Erika Guruh dan Valeria Guntur yang sudah akrab di telinga pembaca sejak buku pertama. Selain itu, akan ada tokoh baru, yaitu Rima Hujan yang mulai muncul sejak buku kedua. Gadis horor itu kini menjadi salah satu tokoh utama di buku ketiga, bersama kedua pahlawan lama kita.

Di SMA Harapan Nusantara, dibagikan belasan undangan misterius kepada siswa-siswi pilihan. Isi undangan itu menyatakan bahwa si penerima telah diundang dalam acara seleksi Organisasi rahasia The Judges yang digadang-gadang punya kekuasaan mutlak di SMA Harapan Nusantara. Konon, pernah ada sekelompok guru berserta kepala sekolah dan para orang tua muri yang menentang adanya organisasi ini. Namun keesokan harinya, penentangan sudah berhenti. Anak dari para orang tua yang menentang itu semuanya dikeluarkan, bahkan susunan guru dan kepala sekolah diperbarui.

Melihat kesempatan untuk menguasai sekolah, Erika dan Valeria tertarik untuk ikut seleksi ini (Selain karena ancaman akan dikeluarkan bila tak memenuhi undangan tersebut) Sedangkan Rima, dia murni ikut karena sudah diundang (bukan berarti dia mau)

Seperti dua buku sebelumnya, ada kasus yang terjadi di acara seleksi ini. Dua orang calon anggota ditemukan terluka parah dengan sejumlah paku menancap di tubuh mereka dan lambang The Judges yang dilukis dengan darah. Setelah dua korban pertama, calon-calon anggota yang lain juga terluka, seolah ada yang tak ingin ada seleksi calon anggota baru The Judges. Nah, apakah Erika dkk akan menjadi korban kali ini atau tetap menjadi pahlawan di akhir cerita seperti dua buku sebelumnya?

Omen ketiga ini menghadirkan nuansa berbeda. Suasana yang lebih kelam, mencekam, dan penuh rahasia. Sudut pandang yang dipakai di buku ini berjumlah tiga: jumlah maksimal sudut pandang bagi buku-buku umumnya sekarang demi tak membuat bingung para pembaca.

Untuk ukuran buku yang komleks sudut pandangnya (dibawakan oleh tiga karakter yang berbeda jauh) Ka Lexie Xu berhasil membawakan buku ini dengan baik. Watak ketiga karakter benar-benar jelas perbedaannya: cara bicaranya, isi pikirannya, dan jalan pikirnya. Rasanya benar-benar seperti memasuki jalan pikiran dari tiga orang berbeda. Ketiga tokoh dapat dibedakan dengan mudah hanya lewat narasi per bab. Twist yang mengejutkan di akhir cerita membuat rasa kecewa setelah tak terlalu terkejut di buku kedua terobati. Aksi dari Valeria dan calon-calon anggota The Judges lainnya juga patut dibaca hingga akhir. Selain itu, romansa yang terselip di antara cerita dapat menjadi penghiburan tersendiri dalam novel misteri ini. Romansa dikemas begitu apik hingga tak terasa memualkan.

Namun, sifat tokoh antagonis yang memilih jalan singkat agak anti klimaks dengan serentetan pemecahan masalah yang sangat seru. Rasanya semua perjuangan Erika, Valeria, dan Rima jadi sia-sia bila tokoh antagonis pada akhirnya mengakui sendiri kejahatannya.

Tapi, buku ini patut dikoleksi bagi kalian yang memang menjadi penggemar Omen dan bagi yang masih baru dengan kisah ini.

 

 

 

 

REview OMen #2: Tujuh Lukisan Horor

omen #2

Judul Buku: Omen #2: Tujuh Lukisan Horor

Pengarang: Lexie Xu

Penerbit: Gramedia

Tahun Terbit: 2013

Jumlah Halaman: 422 halaman

Setelah Omen #1, kini Erika Guruh kembali dalam buku berjudul Omen#2: Tujuh Lukisan Horor. Di buku ini, tokoh yang menjadi pusat konflik adalah Valeria, mengurangi besar-besaran porsi Erika yang sudah banyak memakan halaman di buku pertama. Agaknya ini juga sejalan dengan pikiran pembaca karena di buku pertama, kita semua dibuat bertanya-tanya, seperti apakah sosok Valeria Guntur yang sebenarnya? Seperti apa kehidupannya? Semua dikupas tuntas di buku kedua dari tujuh seri Omen ini.

Beberapa saat setelah Eliza Guruh dipenjara, sekolah SMA Harapan Nusantara kembali normal. Valeria sekarang berteman dengan Erika Guruh dan diam-diam mendirikan grup duo detektif G&G. Erika sendiri hidupnya kembali normal (baca: tetap jadi biang onar nomor satu) tapi kini setidaknya sudah lebih baik.

Suatu hari, mereka berdua dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk menyelidiki teror yang diterima oleh sang pemimpin sekolah tersebut. Isi surat itu mengatakan Sang algojo tujuh lukisan horor akan menghukum pelaku-pelaku yang bertanggung dalam tragedi tahun lalu dengan cara-cara yang sudah ditetapkan. Tujuh lukisan horor yang dimaksud di sini adalah lukisan Rima Hujan, sang ketua klub kesenian. Dan lukisan Riam Hujan senada dengan pelukisnya, alias horor banget. Tentu saja kedua murid itu menyetujui untuk menyelidiki kasus ini dengan batas waktu hingga pameran seni sekolah tiba. Artinya mereka hanya punya waktu beberapa hari saja untuk menyelidiki kasus ini.

Penyelidikan mereka berdua mengarah ke segerombolan geng motor. Geng motor pertama yang mereka selidiki adalah Geng Street Wolf, geng motor yang diketuai montir ganteng bernama Leslie Gunawan. Dan ternyata Viktor Yamada, pacar Erika Guruh, merupakan wakil ketua sekaligus sahabat dekat sang ketua. Di tengah penyelidikan itu, timbul perasaan kagum Valeria terhadap Leslie.

Sayang penyelidikan mereka kali ini berbuah kegagalan. Namun ketika pergi ke sarang geng motor lain yang bernama Rapid Fire, mereka menemukan petunjuk. Satu petunjuk mengarah ke petunjuk-petunjuk lain hingga semua puzzle tak berbentuk ini mulai kelihatan tepiannya untuk disusun menjadi satu rangkaian kasus yang masuk akal. Bagaimanakah mereka memecahkan kasus ini? Siapakah Algojo lukisan horor sebenarnya? Lantas bagaimana nasib perasaan suka yang tumbuh dalam diri Val terhadap Leslie yang mendapat tentangan dari ayah Valeria?

Lewat buku kedua ini, kita diajak untuk menyelidiki sang puteri yang menyamar di antara rakyat biasa alias Valeria Guntur. Kita diajak untuk menyelami lebih jauh karakternya, mengapa ia memutuskan untuk menyamar menjadi gadis yang nyaris tak kasat mata di sekolah dan bagaimana latar belakang Valeria yang sebenarnya.

Dibandingkan buku pertama, suasana romantis lebih terasa di buku kedua ini. Hal itu dikarenakan—tak lain dan tak bukan—karena watak Valeria yang memang—meski bengal seperti Erika—lebih feminim daripada Erika Guruh. Namun selain perwatakan bak seorang puteri, Val juga punya sifat akting yang baik, menjadikannya gadis seribu wajah di kisah ini. Ia tak membiarkan dirinya yang sebenarnya tampak di depan orang lain kecuali Erika Guruh.

Dari segi bahasa, cara penceritaan di novel ini lebih “sopan” dibanding buku pertama. Valeria punya cara yang lebih baik dalam hal mengumpat dibanding Erika. Itu menjadikan buku ini dapat ditoleransi bagi bukan penggemar novel teenlit.

Namun, twist yang kurang mengejutkan di akhir ditambah lagi alur yang lebih lambat daripada buku pertama membuat buku ini agak membosankan.

Secara keseluruhan, buku ini layak untuk dikoleksi sebagai pelengkap seri Omen kalian, meski alur lambat dalam buku ini patut diwaspadai. Kalian harus menyiapkan mental untuk melihat lebih banyak romansa di sini.

Review Tiger’s Quest

tg 2

Judul Buku: Tiger’s Quest (Tiger Saga #2)

Pengarang: Colleen Houck

Penerbit: Mizan Fantasy

Penerjemah: Angelic Zai Zai

Tebal Halaman: 753 halaman

Tahun Terbit: 2013

 

“Kelsey adalah gadis yang diharapkan laki-laki mana pun. Dia sempurna untukmu. Dia suka puisi dan mau duduk berlama-lama untuk mendengarmu bernyanyi dan memainkan gitar. Dia menunggumu berbulan-bulan sampai kau mendatanginya, dan dia berulang kali membahayakan nyawanya untuk menyelamatkan bulu putih kudisanmu itu. Dia manis, penuh kasih, hangat, cantik, dan akan membuatmu bahagia tak terkira.” (Tiger’s Quest hal. 745)

 

Setelah Tiger’s Curse, kini Tiger Saga melanjutkan serinya ke buku kedua yang berjudul Tiger’s Quest. Di buku ini, Kelsey Hayes melanjutkan petualangannya bersama sang pangeran India yang dikutuk, Dhiren, plus adik Dhiren yang menjelma sebagai harimau hitam, Kishan.

Di tengah kebahagiaan karena sadar siapa yang sebenarnya ia cintai, Kelsey harus mengalami kehilangan yang besar karena Dhiren ditangkap oleh sang penyihir jahat Lokesh. Kini ia dan Kishan harus menemukan harta kedua durga di taman Nirwana yang gerbangnya tersembunyi di Pegunungan Himalaya.

Kelsey tentu sedih luar biasa kehilangan Dhiren. Ratusan mimpi buruk tentang Dhiren yang disiksa oleh Lokes menghantuinya setiap malam. Di tengah kesedihan tak berujung itu, Kishan mati-matian menghibur Kelsey. Sayang, hati Kelsey yang sudah terkunci untuk Ren, tak bisa membuka sedikit pun kesempatan pada Kishan.

Di Himalaya, Kishan membuktikan diri mati-matian melindungi Kelsey. Mereka menghadapi beruang gunung hingga terluka, lalu Kelsey hampir mati kedinginan. Untungnya mereka bisa mencapai taman Nirwana tepat waktu.

Di taman Nirwana mereka harus melalui berbagai rintangan lagi untuk mencapai empat rumah yang disebut dalam ramalan, yaitu rumah labu, rumah siren, rumah kelelawar, dan rumah burung. Setelah mendapatkan selendang itu pun bahaya baru sudah menanti Kelsey karena Lokesh sudah melihat wajahnya.

Dengan usaha kuat, Kelsey, Kishan, serta Mr. Kadam berhasil menyelamatkan Ren. Namun, apa yang didapat Kelsey sungguh di luar dugaan dan justru menambah duka yang selama ini menderanya.

Sebagai sekuel dari Tiger’s Curse, Tiger’s Quest melanjutkan adegan terakhir dari buku Tiger’s Curse. Di awal buku, Kelsey sempat galau mengencani tiga pria sekaligus. Dan kegaluan itu berlanjut hingga dua ratus halaman berikutnya.

Sebagai sekuel dari sebuah buku bagus, buku ini mengecewakan. Alur yang jauh lebih lambat, gaya bahaya yang menye-menye khas perempuan lemah dan cengeng membuat dua ratus halaman buku ini terasa menjemukan. Tingkat romance di buku ini sudah tak bisa ditoleransi lagi, terutaman dua ratus halaman pertama. Bagi kalian yang tidak suka adegan romance yang berlebihan, ada baiknya kalian melompati bagian-bagian tak penting atau langsung baca ke halaman tengah.

Tapi tenang, petualangan seru di akhir buku sudah menanti. Kali ini jauh lebih sulit dan lebih rumit dari buku pertama dan itu bisa menjadi obat penawar akibat mabuk kepayang di halaman-halaman awal.

Selain itu, twist yang ada di akhir membuat cerita kembali hidup dengan menyengsarakan Kelsey sang tokoh utama lagi. Inilah bagian menarik dari setiap cerita: konflik yang dialami tokoh utama. Tokoh yang mengalami kebahagiaan rasanya membosankan sekali untuk diceritakan.

Jadi di akhir resensi saya hari ini, saya akan memberi skor (dari skala satu sampai lima) untuk Tiger’s Quest adalah 3,8. Turun jauh bukan dari buku pertama? Yah begitulah adanya. Saya berusaha memberikan skor dan resensi ini seobjektif mungkin sebagai pembaca.

Sampai jumpa lagi di petualangan harimau-harimau india lainnya! (^-^)/

 

Review Tiger’s Curse

sampul buku Tiger's Curse versi INdonesia terbitan Mizan Fantasi
sampul buku Tiger’s Curse versi INdonesia terbitan Mizan Fantasi

Judul Buku: Tiger Saga #1: Tiger’s Curse

Pengarang: Colleen Houck

Penerbit asal: Splinter Books

Penerbit di Indonesia: Penerbit Mizan (Mizan Fantasi)

Tahun Terbit: 2011 (didistribusikan di Indonesia tahun 2013)

Tebal Buku: 634 halaman

Penerjemah: Angelic Zai Zai

 

Kami mendekati kandang. Si Harimau, yang tadi sedang tidur-tiduran, mengangkat kepala dan menatapku penasaran dengan mata biru cemerlangnya. (Tiger’s Curse, hal. 56)

 

Kelsey Hayes, seorang lulusan SMA yang tengah mencari kerja untuk mengisi libur musim panasnya mendapat pekerjaan sampingan di sirkus keliling Maurizio selama dua minggu. Kelsey yang awalnya ragu menerima pekerjaan ini karena takut akan membersihkan kotoran binatang, akhirnya menerimanya juga, berpikir kalau ia bisa saja mendapat pekerjaan yang lebih buruk.

Di sirkus Maurizio, ada seekor harimau putih yang menjadi bintang, namanya Dhiren. Kelsey mendapat tugas untuk memberinya makan bersama sang pelatih, Mr. Davis. Sejak pertama melihat harimau itu dari dekat, Kelsey merasakan getarang aneh: ia terpikat pada sang harimau. Melihat sang harimau yang jinak, Kelsey semakin tertarik dengannya. Setiap malam ia tidur di sana, membacakannya puisi dan cerita Romeo dan Juliet.

Tak berapa lama, seorang India, Mr. Kadam membeli Dhiren untuk ditempatkan di cagar alam di India. Beliau meminta bantuan Kelsey untuk membawa si harimau ke cagar alam. Kelsey dengan senang hati membantu kakek tua itu. Namun sesampainya di India, truk yang mengantar Kelsey tiba-tiba hilang, meninggalkannya dan Dhiren berdua saja di tepi hutan. Akhirnya, dengan dibimbing Dhiren, mereka berdua pergi masuk ke dalam hutan.

Di hutan, Dhiren membawa Kelsey ke sebuah pondok. Saat Kelsey hendak masuk, ia memutuskan untuk mengikat Dhiren di pohon agar tak mengejutkan penghuni rumah. Hendak mengetuk pintu pondok, tiba-tiba terdengar suara laki-laki di belakang Kelsey. Gadis itu menoleh dan melihat pria india tampan berbalut pakaian serba putih, sementara sang harimau Dhiren menghilang.

Pria misterius itu menjelaskan bahwa ia adalah Dhiren sang harimau. Ia adalah pangeran india yang dikutuk untuk menjadi harimau dan hanya punya waktu dua puluh empat menit setiap hari untuk berubah menjadi manusia.

Lewat penjelasan lebih jauh dari Phet—seorang shaman yang sudah berjanji menolong Dhiren, dan dari mulut Dhiren sendiri, Kelsey mendapat informasi bahwa dirinya adalah gadis istimewa pilihan Dewi Durga. Ia adalah satu-satunya gadis yang dapat membebaskan Dhiren dan adiknya, Kishan, dari kutukan. Kelse bersedia melakukan apa pun untuk membebaskan Dhiren yang sudah dianggapnya sahabat.

Dimulailah petualangan Kelsey mencari empat hadiah Durga. Yang pertama adalah buah emas India. Kelsey dan Dhiren harus pergi ke kerajaan yang dikuasai kera untuk mendapatkan buah emas tersebut. Namun—tentu saja seperti harta-harta lainnya—buah emas itu dijaga oleh makhluk-makhluk mitologi yang sangat berbahaya.

Lewat petualangan penuh mistis dari India, serta harimau-harimau menawan, Collen Houck dapat memalingkan mata dunia dari vampir dan serigala yang sedang mewabahi seluruh remaja. Bahasa yang ringan, deskripsi yang mendetail, membuat setiap halamannya menarik untuk terus dibaca sampai akhir. Dengan bantuan teman Indianya, Bu Colleen mampu menghadirkan sisi eksotis India yang jarang ditampilkan, terutama dari sisi mitologis. Pembaca akan diajak untuk menyelami tokoh-tokoh mitologi india seperti Dewi Durga dan harimau setianya, Damon, Ugra Narasimha, serta Hanoman. Selain tokoh mitologis, kita juga akan diajak berkeliling untuk menikmati pemandangan, tradisi, kebudayaan, serta kuliner khas india. Bagi yang belum mengerti, jangan khawatir, tersedia catatan kecil di kaki halaman yang menjelaskan kata-kata sulit yang terdapat dalam buku.

Petualangan seru ini juga dibumbui nuansa romantis yang sangat kental namun dapat ditoleransi oleh pembaca. Cinta yang bersemi antara Kelsey dan Dhiren amat memesona untuk dibaca, lengkap dengan deskripsi serta tata bahasa yang memikat. Sayang, saking memikatnya buku ini menghabiskan separuh isinya hanya untuk mendeskripsikan perasaan Kelsey saja. Proporsi yang agak berlebihan untuk Kelsey ini—meskipun ia tokoh utama, tetap saja ini berlebihan—menyebabkan kebosanan pada halaman-halaman pertengahan, terutama ketika pembaca diajak menyelami perasaan Kelsey lebih dalam. Kata-kata manis yang digunakan untuk mensekripsikan perasaan Kelsey bisa dibilang “terlalu manis”. Belum lagi konflik batin Kelsey yang baru muncul di akhir buku, terasa diulur-ulur oleh kebimbangan Kelsey terhadap Dhiren. Untuk sebuah novel best seller, tentunya pembaca mengharapkan sebuah cerita lengkap tanpa plot hole (plot terabaikan, ada yang tak bisa dijelaskan) atau deskripsi berlebihan yang tidak perlu.

Singkat kata, buku pertama dari kisah epic Tiger Saga ini mendapat skor 4,13 (dari skala 1-5) dari saya. Bagi kalian yang menyukai kisah romantis semacam Twilight, buku ini sangat direkomendasikan. Petualangan seru yang dibawa oleh seorang tokoh utama wanita yang tegar akan memikat kalian. Namun bagi yang tak menyukai romansa yang terlalu berlebihan dan gaya bahasa lembut melankolis khas masa reinassance, diharapkan jangan membaca buku ini sebelum buku ini hanya akan masuk ke pojok lemari tanpa pernah disentuh.