REview OMen #2: Tujuh Lukisan Horor

omen #2

Judul Buku: Omen #2: Tujuh Lukisan Horor

Pengarang: Lexie Xu

Penerbit: Gramedia

Tahun Terbit: 2013

Jumlah Halaman: 422 halaman

Setelah Omen #1, kini Erika Guruh kembali dalam buku berjudul Omen#2: Tujuh Lukisan Horor. Di buku ini, tokoh yang menjadi pusat konflik adalah Valeria, mengurangi besar-besaran porsi Erika yang sudah banyak memakan halaman di buku pertama. Agaknya ini juga sejalan dengan pikiran pembaca karena di buku pertama, kita semua dibuat bertanya-tanya, seperti apakah sosok Valeria Guntur yang sebenarnya? Seperti apa kehidupannya? Semua dikupas tuntas di buku kedua dari tujuh seri Omen ini.

Beberapa saat setelah Eliza Guruh dipenjara, sekolah SMA Harapan Nusantara kembali normal. Valeria sekarang berteman dengan Erika Guruh dan diam-diam mendirikan grup duo detektif G&G. Erika sendiri hidupnya kembali normal (baca: tetap jadi biang onar nomor satu) tapi kini setidaknya sudah lebih baik.

Suatu hari, mereka berdua dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk menyelidiki teror yang diterima oleh sang pemimpin sekolah tersebut. Isi surat itu mengatakan Sang algojo tujuh lukisan horor akan menghukum pelaku-pelaku yang bertanggung dalam tragedi tahun lalu dengan cara-cara yang sudah ditetapkan. Tujuh lukisan horor yang dimaksud di sini adalah lukisan Rima Hujan, sang ketua klub kesenian. Dan lukisan Riam Hujan senada dengan pelukisnya, alias horor banget. Tentu saja kedua murid itu menyetujui untuk menyelidiki kasus ini dengan batas waktu hingga pameran seni sekolah tiba. Artinya mereka hanya punya waktu beberapa hari saja untuk menyelidiki kasus ini.

Penyelidikan mereka berdua mengarah ke segerombolan geng motor. Geng motor pertama yang mereka selidiki adalah Geng Street Wolf, geng motor yang diketuai montir ganteng bernama Leslie Gunawan. Dan ternyata Viktor Yamada, pacar Erika Guruh, merupakan wakil ketua sekaligus sahabat dekat sang ketua. Di tengah penyelidikan itu, timbul perasaan kagum Valeria terhadap Leslie.

Sayang penyelidikan mereka kali ini berbuah kegagalan. Namun ketika pergi ke sarang geng motor lain yang bernama Rapid Fire, mereka menemukan petunjuk. Satu petunjuk mengarah ke petunjuk-petunjuk lain hingga semua puzzle tak berbentuk ini mulai kelihatan tepiannya untuk disusun menjadi satu rangkaian kasus yang masuk akal. Bagaimanakah mereka memecahkan kasus ini? Siapakah Algojo lukisan horor sebenarnya? Lantas bagaimana nasib perasaan suka yang tumbuh dalam diri Val terhadap Leslie yang mendapat tentangan dari ayah Valeria?

Lewat buku kedua ini, kita diajak untuk menyelidiki sang puteri yang menyamar di antara rakyat biasa alias Valeria Guntur. Kita diajak untuk menyelami lebih jauh karakternya, mengapa ia memutuskan untuk menyamar menjadi gadis yang nyaris tak kasat mata di sekolah dan bagaimana latar belakang Valeria yang sebenarnya.

Dibandingkan buku pertama, suasana romantis lebih terasa di buku kedua ini. Hal itu dikarenakan—tak lain dan tak bukan—karena watak Valeria yang memang—meski bengal seperti Erika—lebih feminim daripada Erika Guruh. Namun selain perwatakan bak seorang puteri, Val juga punya sifat akting yang baik, menjadikannya gadis seribu wajah di kisah ini. Ia tak membiarkan dirinya yang sebenarnya tampak di depan orang lain kecuali Erika Guruh.

Dari segi bahasa, cara penceritaan di novel ini lebih “sopan” dibanding buku pertama. Valeria punya cara yang lebih baik dalam hal mengumpat dibanding Erika. Itu menjadikan buku ini dapat ditoleransi bagi bukan penggemar novel teenlit.

Namun, twist yang kurang mengejutkan di akhir ditambah lagi alur yang lebih lambat daripada buku pertama membuat buku ini agak membosankan.

Secara keseluruhan, buku ini layak untuk dikoleksi sebagai pelengkap seri Omen kalian, meski alur lambat dalam buku ini patut diwaspadai. Kalian harus menyiapkan mental untuk melihat lebih banyak romansa di sini.